REKOMBINASI
A.
Pengertian
Rekombinasi
Peristiwa yang sering terjadi di
dunia genetika sebagai pemicu terjadinya evolusi adalah rekombinasi,
rekombinasi merupakan suatu peristiwa yang dapat menjelaskan bagaimana suatu
makhluk hidup terbentuk. Dugaan tentang rekombinasi sudah diajukan sejak 1911,
tetapi hukti fisik pertama tentang rekombinasi baru ditemukan pada 1931. Sudah
ada pendapat yang menyatakan bahwa rekombinasi merupakan proses seluler
esensial; dan dinyatakan pula bahwa semua molekul DNA merupakan DNA rekombinan.
Rekombinasi antara lain diartikan
sebagai peristiwa pembentukan asosiasi baru molekul-molekul DNA atau kromosom.
Antara rekombinasi dan mutasi tidak ada hubungan, sekalipun sama-sama
menimbulkan perubahan materi genetik. Di dalam proses evolusi, rekombinasi
merupakan salah satu cumber variasi genetik. Peran rekombinasi yang lain adalah
memungkinkan sel memperbaiki urut-urutan nukleotida yang hilang misélnya akibat
radiasi atau senyawa kimia. Rekombinasi tertentu juga ikut mengatur ekspresi
gen. Salah satu model kejadian rekombinasi yang umum dikenal adalah model
Holliday, yang berlaku bagi makhluk hidup prokariotik, eukariotik bahkan fag.
Selain pertukaran unting-unting resiprok pada model Holliday, di lingkungan
makhluk hidup eukariotik diketahui ada juga pertukaran unting yang tidak
resiprok (asimetrik).
B.
Pindah Silang pada Meiosis Makhluk Hidup Eukariotik
Peristiwa pindah silang sudah jelas
diketahui terjadi selama sinapsis dari kromosom-kromosom homolog pada zygoten dan pachiten dari profane I meiosis (Gardner, dkk., 1984). Dalam ini
tentu saja yang dimaksud adalah pindah silang pada makhluk hidup yang
pembelahan reduksinya berlangsung selama meiosis I. Gardner dkk. (1984)
menyatakan pula bahwa karena replikasi kromosom berlangsung selama
interfase,maka peristiwa pindah silang itu terjadi pada tahap tetrad pasca
replikasi pada saat tiap kromosom telah mengganda, sehingga telah terbentuk
empat kromatid untuk tiap pasang kromosom homolog.
Peristiwa pindah silang terjadi
antara keempat kromatid itu, tetapi yang terjadi antara dua kromosom sesaudara
(dari satu kromosom) jarang dapat dideteksi. Bcrkenaan dengan hal ini, Gardner
dkk. (1984) menyatakan "Pindah
silang juga mencakup kromati-kromatid sesaudara (dua kromatid dari satu kromosom),
tetapi pindah silang tersebut secara genetik jarang dapat dideteksi karena
kromatid-kromatid sesaudara biasanya identik". Jelaslah peristiwa
pindah silang yang secara genetik mudah dideteksi adalah yang berlangsung
antara dua kromatid bukan sesaudara (non-sister chromatids).
Beberapa fungsi rekombinasi genetik
adalah memelihara perbedaan genetik, sistem perbaikan DNA khusus, regulasi
ekspresi gen tertentu, dan penyusunan kembali genetik yang diprogram selama
perkembangan. Secara garis besar ada tiga tipe rekombinasi genetik yang sudah
banyak diketahui, yaitu (1) rekombinasi homolog/ umum, (2) rekombinasi khusus
(site-specific rekombination), dan (3) rekombinasi transposisi/ replikatif pada
makhluk hidup.
Rekombinasi Homolog Rekombinasi homolog menyebabkan terjadinya pertukaran antarmolekul DNA yang merupakan homologi urutan nukleotida cukup besar. Ciri khusus rekombinasi homolog adalah bahwa proses tersebut dapat terjadi setiap titik di daerah homologi. Rekombinasi terjadi melalui tahap pemotongan untaian DNA yang kemudian diikuti dengan proses penggabungan kembali. Rekombinasi antarkromosom melibatkan proses pertukaran sekara fisik antara bagian-bagian kromosom.
Rekombinasi Homolog Rekombinasi homolog menyebabkan terjadinya pertukaran antarmolekul DNA yang merupakan homologi urutan nukleotida cukup besar. Ciri khusus rekombinasi homolog adalah bahwa proses tersebut dapat terjadi setiap titik di daerah homologi. Rekombinasi terjadi melalui tahap pemotongan untaian DNA yang kemudian diikuti dengan proses penggabungan kembali. Rekombinasi antarkromosom melibatkan proses pertukaran sekara fisik antara bagian-bagian kromosom.
Proses rekombinasi terjadi sekara
akurat sehingga tidak ada satupun pasangan basa nukleotida yang hilang atau
ditambahkan ke dalam kromosom rekombinan. Proses pertukaran tersebut
menyebabkan terbentuknya struktur yang dapat terlihat sebagai kiasma (chiasma)
pada waktu meiosis. Kiasma merupakan tempat pemotongan dan penggabungan kembali
untai DNA, yaitu ketika dua kromatid yang berbeda (non-sister chromatids)
terpotong dan tergabungkan satu sama lain. Rekombinasi homolog dimulai ketika
dua kromosom homolog terletak berdekatan satu sama lain sehingga urutan
nukleotida yang homolog dapat dipertukarkan. Kontak antara dua pasang kromosom
tersebut, disebut sebagai proses sinapsis, terjadi pada awal meiosis yaitu pada
profase.
Rekombinasi Khusus , Berbeda dari
proses rekombinasi homolog, rekombinasi khusus hanya terjadi pada tempat khusus
di dalam segmen molekul DNA. Pertukaran materi genetik dilakukan oleh protein
khusus yang mengkatalisis pemotongan dan penggabungan molekul DNA sekara tepat
pada tempat terjadinya rekombinasi. Proses rekombinasi semakam ini tidak
tergantung pada protein recA. Rekombinasi khusus mempunyai beberapa kirri,
yaitu: (i) proses rekombinasi terjadi di tempat khusus pada kedua fragmen DNA,
(ii) rekombinasi berlangsung timbal balik (reciprocal), artinya kedua hasil
pertukaran genetik tersebut dapat diperoleh kembali, (iii) rekombinasi terjadi
sekara konservatif, artinya proses pertukaran genetik tersebut dilakukan
melalui pemotongan dan penyambungan kembali bagian DNA yang berekombinasi tanpa
ada sintesis nukleotida baru, dan (iv) bagian yang mengalami rekombinasi
tersebut mempunyai homologi dalam hal urutan nukleotida. Proses rekombinasi
khusus dimulai dengan terjadinya pemotongan bagian DNA yang akan berekombinasi
pada daerah yang mempunyai homologi sehingga dihasilkan ujung lekat (sticky
end). Kedua ujung lekat pada kedua fragmen DNA yang berekombinasi tersebut
kemudian mengalami pertukaran untai DNA sehingga akan terbentuk konfigurasi
rekombinan.
Rekombinasi
Meiotik, Rekombinasi meiotik adalah proses rekombinasi yang terjadi pada
jasad eukaryotik pada saat terjadi proses meiosis. Dalam beberapa hal mekanisme
rekombinasi meiotik menunjukkan kemiripan dengan proses rekombinasi homolog
pada bakteri meskipun beberapa tahapan awalnya berbeda. Proses rekombinasi
meiotik pada eukariot dimulai dengan adanya pemotongan dua untai DNA (double-strand
break) yang ada pada salah satu kromosom.
Pada organisme eukariot, rekombinasi genetik terjadi
melalui penggabungan seksual sel telur dan sel sperma. Di dalam proses ini,
kromosom sel sperma dan sel telur mengalami pemotongan pada titik homolog, dari
potongan-potongan kromosom dari kedua sel induk lagi bertukar dan bergabung
bersama-sama, menghasilkan gen kombinasi baru menghasilkan progeny yang
mengandung berbagai sifat fenotip yang diturunkan dari kedua induk. Pemotongan,
penyusunan kembali, dan bersatunya gen dan serangkaian gen selama konjugasi
seksual pada eukariot terjadi dengan ketepatan yang tinggi tanpa mengganggu
kerangka pembacaan atau isyarat pada urutan DNA. Pada bakteri yang tidak
menjalani meiosis, rekombinasi genetik terjadi pada seperti konjugasi antara
dua kromosom homologous yang terjadi selama atau segera setelah replikasi.
C.
Enzim-Enzim pada Rekombinasi
Analisis
genetik sudah mengungkap enzim-enzim yang berperan pada proses rekombinasi yang
umum atau lazim pada E. coli. Dalam
hal ini skrining sel-sel F- E
coli yang sudah mengalami mutasi dengan bantuan teknik replica plating memungkinkan orang mengidentifikasi koloni-koloni
mutan pada cawan mula-mula yang tidak dapat membentuk rekombinan setelah
berkonjugasi dengan sel-sel Hfr pada replica plate. Mutan-mutan yang tidak
dapat melakukan rekombinasi tersebut ternyata bersangkut paut dengan tiga gen
yang disebut recA, recB dan recC.
Enzim-enzim yang Dikode Gen recA, recB dan recC
Protein
recA merupakan suatu enzim yang berperan
pada rekombinasi umum (lazim) maupun pada perbaikan DNA (Ayala,dkk., 1984). Gen
recA memang dibutuhkan untuk
peristiwa rekombinasi umum pada E. Coli. Pada kondisi in vitro protein tersebut
yang telah dimurnikan mengkatalisasi (membantu) pembentukan struktur Holliday
(Ayala, dkk., 1984, Watson, dkk., 1987). Dalam hal ini protein-protein recA berikatan pada molekul DNA unting ganda maupun
unting tunggal. Protein-protein tersebut juga menggunakan energi yang diperoleh
dari hidrolisis ATP untuk membuka DNA unting ganda, sehingga memungkinkan
terjadinya perpasangan dengan suatu DNA unting tunggal. Hal ini memungkinkan
terjadinya sinapsis molekul DNA yang memiliki urut-urutan pasangan nukleotida
yang mirip (Gabar 9.1 tahap 1). Protein recA
juga mengkatalisasi suatu transfer unting berikutnya sehingga terbentuklah
suatu jembatan silang (struktur Holliday)
yang selanjutnya diikuti dengan migrasi jembatan silang tadi (Gambar 9.1 tahap
2).
Gambar
9.1
Protein
recA memperantarai dua kejadian transfer unting dalam rangka pembentukan
jembatan silang struktur Holliday (Ayala, dkk., 1984).
Protein
recA juga memegang suatu peran utama
dalam perbaikan DNA, fungsi perbaikan ini diaktifasi oleh DNA unting tunggal.
Protein recA memiliki suatu aktivitas
proteolitik yang distimulasi oleh DNA unting tunggal. Aktivitas proteolitik itu
memotong sekurang-kurangnya dua macam molekul repressor. Salah satu repressor
itu adalah represor profag lambda, yang menyebabkan induksi profag. Molekul
repressor lain adalah suatu produk dari gen lex A. Represor kedua ini mengatur
tingkat eksperi gen recA maupun
sejumlah gen yang terlibat pada mekanisme perbaikan DNA serta fungsi survival
yang disebut sebagai fungsi SOS.
Produksi protein recA yang meningkat juga membantu pemulihan sel,
mungkin dengan cara memperantarai perbaikan oleh rekombinasi antara daerah yang
rusak dan yang tidak rusak dari molekul DNA turunan pascareplikasi.
Informasi
tentang peranan enzim pada proses rekombinasi khususnya yang terkait dengan
struktur holliday sebagaimana yang
telah dikemukakan menunjukkan bahwa pembentukan maupun resolusi (pembongkaran)
struktur tersebut dibawah control
genetic.
Gambar
9.2
Bagan enzim recBC mengadakan unting tunggal untuk
memulai rekombinasi (Watson, dkk., 1987)
Aktivitas
kedua dari enzim recBC (aktivitas
nuclease) yang bekerja/berfungsi selama enzim tersebut membuka lilitan DNA
sangat penting (vital) fungsinya bagi rekombinasi. Eksperimen genetic
menunjukkan bahwa enzim reBC paling
sering mendorong terjadinya rekombinasi pada DNA yang mengandung suatu tapak
yang disebut sebagai Chi, telah
diketahui bahwa tapak tersebut mempunyai urut-urutan 5’-GTCGGTGG-3’. Dalam
hubungan ini DNA yang sedang membuka lilitannya, suatu aktivitas nuclease
spesifik dari enzim recBC memotong
unting tunggal DNA di dekat tapak Chi yang
sedang terbuka. Terputusnya DNA itu menyebabkan unting tunggal DNA tidak
melilit kembali pada saat enzim recBC
bergerak menyusuri molekul DNA (perhatikan kembali Gambar 9.2). Sebagai akibat
terbentuklah suatu untaian unting tunggal berujung bebas unting tunggal DNA
itulah kemudian enzim recA berikatan
dan mulai mendorong terjadinya pertukaran unting DNA dengan suatu urut-urutan
yang homolog.
Sebenarnya
DNA E.coli mempunyai sekitar 1000
urut-urutan Chi, atau sekitar satu Chi perlima gen. Kenyataan tersebut
memperlihatkan bahwa sebenarnya enzim recBC
memiliki banyak peluang memotong unting tunggal DNA. Di lain pihak dalam
sel E. coli yang normal biasanya
tidak demikian. Seperti diketahui pada sel E.coli
yang normal molekul DNA tidak memiliki ujung-ujung bebas. Tapak-tapak Chi itu justru berfungsi pada saat
konjugasi. Dalam hal ini pada saat konjugasi itu suatu ujung DNA dimasukkan
oleh bakteri jantan dan selanjutnya diduga bahwa enzim recBC kemudian bergerak menyusuri terjadinya rekombinasi antara DNA
yang diinjeksi dan DNA sel resipien.
Disamping
recA, recB dan recC ada juga beberapa gen lain yang produknya dibutuhkan untuk
terjadinya rekombinasi yang efisien, sekalipun
fungsi khususnya belum diketahui. Satu enzim lain yang ikut berperan
pada proses rekombinasi yang homolog adalah enzim nuclease maupun beberapa
protein yang diperlukan dalam sintesa DNA (Watson, dkk., 1987). Enzim nuclease
memotong sambungan Holliday sehingga
memisahkan molekul DNA rekombinan. Berkenaan dengan fungsi enzim nuclease,
dinyatakan bahwa enzim recBC diduga
juga melaksanakan fungsi enzim tersebut. Contoh protein pada sintesis DNA antara
lain protein SSB, yang membantu
protein enzim recA. Enzim pada insersi λ ke dalam genom E.coli
yang terjadi melalui rekombinasi
Fag
λ mengkode enzim integrase yang berperan pada saat insersi DNA fag ke dalam
genom E. coli. Insersi tersebut
terjadi melalui rekombinasi pada tapak-tapak spesifik ke dikedua genom DNA, dan
hasil insersi melalui rekombinasi itu adalah terbentuknya satu molekul serkuler
baru yang lebih besar. Perhatikan Gambar 9.3.
Gambar
9.3
Bagan
insersi fag ke dalam genom E. coli melalui rekombinasi spesifik tapak (Watson,
dkk., 1987)
Selain enzim integrase, insersi
genom fag λ ke dalam genom E.coli
juga membutuhkan protein IHF (Integration
Host Factor) serta ion-ion magnesium (Watson,dkk., 1987). Tapak-tapak
spesifik yang menjadi tempat berlangsungnya rekombinasi dalam rangka insersi
itu adalah attP (pada genom fag λ)
dan attB (pada genom E. coli).
Berkenaan
dengan peran enzim integrase itu, sudah ada pengujian yang memastikan bahwa
enzim tersebut dapat berperan pada
proses penggabungan, yang pada akhirnya berakibat pada terbentuknya dua molekul
DNA yang terpisah-pisah. Pengujian itu dilakukan dengan terlebih dahulu
merancang terbentuknya suatu plasmid buatan yang memiliki tapak spesifik attB maupun attP, dalam orientasi yang memungkinkan terbentuknya dua molekul
DNA sirkuler yang lebih kecil (Watson, dkk., 1987). Gambar 9.4 memperlihatkan
bagan pengujian tersebut.
Gambar
9.4.
Bagan
percobaan pengujian rekombinasi yang mengakibatkan terbentuknya dua molekul DNA
(Sirkuler yang lebih kecil. Enzim integrase yang digunakan adalah integraseλ.
(Watson, dkk., 1987)
Gambar
9.5
Rincian
molekuler daerah inti tapak attP maupun aatB serta peristiwa rekombinasi yang
terkait. Urut-urutan nukleotida inti tapak attP dan attB ditunjukkan dalam
kotak. (Watson, dkk., 1987)
Kajian
terhadap jumlah pasangan nukleotida (pasangan basa) pada tapak attP dan attB memperlihatkan bahwa tapak attP terdiri dari 250 pasang nukleotida,
sedangkan tapak attB terdiri dari
sekitar 20 pasang nukleotida (Watsonk, dkk., 1987). Diketahui pula bahwa baik
enzim integrase maupun protein IHF
berikatan pada posisi yang berbeda sepanjang tapak attP. Segmen attP
sepanjang 250 pasang nukleotida itu tampaknya melingkari enzim integrase
membentuk semacam struktur seperti suatu nukleosom yang terkondensasi, dan
struktur itu dapat mengandung sebanyak delapan monomer integrase yang masing-masing berukuran 40.000 dalton.
Kebanyakan daerah inti tapak attB maupun
attP terdiri dari 15 pasang
nukleotida.
Kajian
lain yang terkait dengan laju rekombinasi yang melibatkan tapak attP dan attB seperti tersebut menunjukkan bahwa jika urut-urutan inti pada
tapak attP maupun attB sedikit
mengalami perubahan (sendiri-sendiri), laju rekombinasi sangat berkurang,
tetapi jika sedikit perubahan itu terjadi pada tapak attP maupun attB
(identik), maka rekombinasi masih berlansung efisien (Watson, dkk., 1987).
Kenyataan seperti itu menunjukkan bahwa enzim integrase membutuhkan suatu
homologi urut-urutan pada daerah inti, seperti halnya suatu urut-urutan khas
yang merupakan tempat pengikatannya. Dalam hal ini antara unting-unting ganda
sebelum dipotong dan dibuka (diurai).
Sudah
diketahui juga bahwa bilamana suatu profag λ diinduksi untuk tumbuh, maka
keadaannya yang terintegrasi akan beralih dan peristiwa itu disebut sebagai
eksisi; DNA fag maupun bakteri terlepas dan bebas satu sama lain. Dalam hal ini
profag λ memulai eksisi dengan cara mengekspresikan suatu protein yang disebut
eksionase (Watson, dkk., 1987). Protein enzim itu memungkinkan enzim integrase
mengkatalisasi rekombinasi yang melibatkan tapak-tapak perlekatan hybrid dari
profag. Lebih lanjut kompleks gabungan enzim integrase dan eksionase berikatan
erat pada suatu tapak hybrid bakteri profag, dan keunikan yang berubah ini
mendukung kemampuan enzim untuk melaksanakan reaksi yang sebaliknya (reverse).
D.
Rekombinasi
Intergenik dan Pemetaan Fag Bakteri
Rekombinasi genetic di kalangan fag bakteri
ditemukan selama percobaan-percobaan infeksi campuran (Klug dan Cummings, 2000 dalam
Corebima, 2000). Pada percobaan infeksi campuran itu dua strain mutan dibiarkan
menginfeksi satu biakan bakteri yang sama secara simultan. Oleh karena pada
percobaan ini dilibatkan dua lokus (dua strain yang berbeda) maka
rekombinasi yang terjadi tergolong
bersifat intergenik.
Mari kita perhatikan satu contoh percobaan yang
menggunakan system E.coli T2 (Klug dan Cummings, 2000 dalam Corebima, 2000).
Fag induk yang digunakan bergenotif h+r
(rentang inang wild type), lisis
cepat) dan hr+ (rentang
inang lebar, lisis normal). Percobaan itu dilakukan oleh Hersley dan Rotman
pada 1949. Sebenarnya pada percobaan itu digunakan pula strain-stain induk fag
T2 yang lain, tidak terbatas hanya yang bergenotif h+r dan hr+.
Pada rangkaian percobaan itu, jumlah fag yang diintroduksi cukup untuk
menginfeksi tiap bakteri dengan jumlah
sekitar lima buah.
Setelah satu jam, sebagian besar atau seluruh
bakteri sudah pecah dan sampel turunan fag yang berasal dari 40.000 bakteri di
tiap persilangan selanjutnya dibiakkan dalam cawan petri yang telah mengandung
suatu campuran E. coli strain B dan
B/2. Jika pada percobaan tersebut tidak terjadi rekombinasi maka kedua genotif
induk inilah yang dijumpai pada genotif turunan. Namun demikian ternyata pada
percobaan itu ditemukan juga genotif rekombinan h+r+, dan hr,
di samping genotif-genotif induk. Bagan percoaan itu ditunjukkan pada Gambar 2.1.
Hasil percobaan tersebut yang berupa tampilan plak turunan pada cawan petri
ditunjukkan pada gambar 2.2. Sebagaimana yang telah dikemukakan, cawan petri
tersebut sebelumnya sudah mengandung biakan bakteri E. coli campuran strain B dan B/2. Fenotif hasil percobaan itu
ditunjukkan pada gambar 2.3.
Gambar 2.1 Bagan percobaan rekombinasi fag
bakteri T2 memanfaatkan infeksi simultan h+r
dan hr+ (Russel, 1992
dalam Corebima, 2000)
Gambar 2.2 Plak yang dihasilkan pada percobaan
rekombinasi fag bakteri T2 yang
memanfaatkan infeksi simultan strain h+r dan hr+ (Russel, 1992 dalam Corebima, 2000).
Gambar 2.3 Fenotif morfologi plak yang teramati
sesudah infeksi terhadap E.coli secara simultan oleh dua strain induk fag T2
yaitu yang bergenotif h+r dan hr+ (Klug dan Cummings,
2000 dalam Corebima, 2000)
Data frekuensi genotip hasil percobaan tersebut
ditunjukkan pada Tabel 2.1. Atas dasar data frekuensi tersebut, selanjutnya
dihitung persentase rekornbinan. Dalam hal ini, seperti di lingkungan eukariot,
perhitungan frekuensi (persentase) rekombinan dihitung atas dasar rumus seperti
berikut. (h+r+) + (hr) / plak
total x 100
Nilai frekuensi rekombinan itu merefleksikan jarak antar gen. =
frekuensi rekombinan
Tabel 2.1 Tabel Percobaan Rekombinasi Fag Bakteri T2 Memanfaatkan Infeksi Simultan Strain h+r dan hr+ (Klug dan Cummings (2000) dalam
Corebima, 2000).
Genotip
|
Frekuensi (%) plak
|
Frekuensi (%) turunan
|
|
Tipe Induk
|
Tipe Rekombinan
|
||
hr+
h+r
h+r+
hr
|
42
34
12
12
|
Pertukaran genetik yang menyebabkan bcrlangsungnya
rekombinasi intergenik yang terjadi pada fag bakteri T2 yang sebagian datanya
ditunjukkan pada Tabel 2.1, tampaknya bersifat resiprok. Data selengkapnya
hasil percobaan rekombinasi fag bakteri T2 memanfaatkan infeksi simultan yang
dilakukan Hershey dan Rotman ditunjukkan pada Tabel 2.2 (gen penanda r terdiri
dari tiga mutan). E.coli dengan
gen penanda h dan r (Strickberger, 1985 dalam Corebima,
2000).
Tabel 2.2 Data frekuensi rekombinasi selengkapnya hasil percobaan
Hershey dan Chase yang memanfaatkan infeksi simultan fag bakteri T2.
Persilangan
|
Turunan,
persentase
|
|||
h+r+
|
hr+
|
h+r
|
hr
|
|
hr1+ >< h+r1
hr1 >< h+r1+
hr7+ >< h+r7
hr7 >< h+r7+
hr13+ >< h+r13
hr13 >< h+r13+
|
12
44
5.9
42
0.74
50
|
42
14
56
7.8
59
0.83
|
34
13
32
7.1
39
0.76
|
12
29
6.4
43
0.94
48
|
Data yang terlihat pada tabel 14.2
jelas memperlihatkan bahwa pada tiap persilangan itu, kedua kelompok tipe
rekombinan mempunyai frekuensi yang hampir sama. Itulah alasannya bahwa
tampaknya rekombinasi yang terjadi itu bersifat resiprok. Selain itu data pada
Tabel 14.2 itu juga memperlihatkan adanya pola kelompok pautan tertentu.
Sebagai contoh misalnya frekuensi rekombinasi pada persilangan h-r13 sebesar
antara 25-30 % di satu pihak, dan pada persilangan h-r sebesar 1-2 % di
pihak lain. Dalam hubungan ini mutan-mutan r yang terletak di daerah
kromosom fag yang berbeda diberi notasi tersendiri misalnya rl, r7, dan sebagainya.
Berkenaan dengan adanya kelompok
pautan tertentu seperti yang telah dikcmukakan, atas dasar percobaan-percobaan
yang telah dilakukan, Hershey dan Rotman menemukan bahwa, mengacu kepada
frekuensi rekombinan yang kecil banyak gen yang terangkai bersama (berdekatan)
sebagai satu kelompok, selalu menunjukkan jarak kelompok pautan yang sama
sebesar 30% (Strickberger, 1985). Daiam hubungan ini Hershey mengajukan
hipotesis yang menyatakan bahwa ada tiga kelompok pautan pada fag T2;
dinyatakan pula bahwa proses penggabungan (kombinasi) secara bebas (independent
assortment) antara kelompok-kelompok pautan itu ditandai oleh frekuensi
rekombinasi sebesar 30%, dan bukan sebesar 50% sebagaimana yang biasanya
diharapkan pada makhluk hidup yang lebih tinggi.
Atas dasar hasil
percobaan-percobaan yang dilakukan Hershey dan Rotman (yang menggunakan
strain-strain fag T2 memang terungkap bahwa, sekalipun ditemukan berbagai jarak
pautan (frekuensi rekombinasi), tidak ada satu pun yang pernah melampaui
frekuensi 30%. Ketiga kelompok pautan fag T2 tersebut ditunjukkan pada Gambar 2.4.
Gambar 2.4 Ketiga kelompok pautan pada fag bakteri T2 yang
ditemukan oleh Hershey dan Rotman (Strickberger, 1985 dalam
Corebima, 2000).
Percobaan rekombinasi yang memanfaatkan infeksi
simultan seperti tersebut sudah dilakukan dengan menggunakan sejumlah besar gen
mutan berbagai fag bakteri, tidak hanya terbatas pada fag T2. Dalam hubungan
ini dilakukan juga percobaan rekombinasi fag bakteri yang memanfaatkan infeksi
simultan tiga strain yang melibatkan tiga gen. Hasil percobaan yang
memanfaatkan infeksi simultan tiga strain itu bahkan digunakan untuk pemetaan
gen fag. Hershey dan Chase sudah melakukan upaya itu, dengan menggunakan tiga
strain fag T2 (Strickberger, 1985 dalam Corebima, 2000). Tiap strain tersebut melibatkan gen h, m, dan r. Hasil
percobaan itu ditunjukkan pada tabel 2.3
Tabel 2.3 Hasil Percobaan
Rekombinasi fag Bakteri T2 Memanfaatkan Infeksi Simultan Tiga Strain yang masing-masingnya
Melibatkan Tiga gen (Strickberger, 1985 dalam
Corebima, 2000)
Persilangan
|
Turunan
|
|||||||
h+m+r+
|
h+m+r
|
hm+r+
|
h+mr+
|
hm+r
|
hmr+
|
h+mr
|
hmr
|
|
hm+r1+><h+mr1+><h+m+r1
|
25
|
22
|
17
|
12
|
9
|
5
|
7
|
2
|
25
|
15
|
18
|
20
|
4
|
10
|
5
|
3
|
|
hmr1+><h+mr1><hm+r1
|
3
|
5
|
6
|
10
|
17
|
19
|
14
|
26
|
2
|
4
|
9
|
9
|
14
|
26
|
15
|
20
|
Kejadian rekombinasi yang datanya terlihat pada tabel
14.3 hanya dapat terjadi karena ada pertukaran genetik antara ketiga strain;
pertukaran genetik itu berlangsung melalui dua alternatif cara: 1) terjadi dua
rekombinasi berturutan dalam sel yang sama; rekombinasi pertama berlangsung
antara kromosom dua strain, sedangkan rekombinasi kcdua berlangsung antara
strain rekombinan yang telah terbentuk dan strain ketiga; 2) terjadi
"perkawinan serempak" antara ketiga kromosom dari ketiga strain pada
suatu waktu yang sama. Di antara kedua alternatif cara itu, manakah yang
sesungguhnya terjadi belum diketahui.
Kejadian unik yang menyebabkan berlangsungnya
rekombinasi pada fag, temyata juga berdampak terhadap nilai interferensi
genetik, yang bersangkut paut dengan perhitungan frekuensi rekombinasi pada
daerah kromosom fag yang berdekatan. Pada kebanyakan makhluk hidup, nilai
interferensi genetik positif (akibat nilai koefisien koinsidensi kurang dari 1)
yang berarti bahwa peristiwa pindah silang yang terjadi pada suatu daerah kromosom
akan menghambat pindah silang pada suatu daerah kromosom di dekatnya. Sebagai
contoh misalnya pada persilangan abc >< abc, jika interfensi genetik
positif berarti bahwa pindah silang yang berarti bahwa pindah silang yang
terjadi pada daerah kromosom antara ab akan menghambat pindah silang yang
terjadi antara bc. Pada kondisi semacam
itu nilai frekuensi rekombinasi ganda (akibat pindah silang ganda) yang
diobservasi lebih rendah disbanding nilai harapan.
Pada
banyak persilangan antara fag, dan lain pihak nilai, interverensi genetic
justru negative, akibat nilai koovisien koinsidensi lebih besar dari 1. Hal itu
berarti bahwa pindah silang pada suatu daerah kromosom akan meningkatkatkan
kejadian pindah silang kromosom di dekatnya. Pada kondisi semacam ini nilai
frekuensi rekombinasi ganda (akibat pindah silang ganda) yang diobservasi lebih
tinggi dibandingkan nilai harapan. Mari kita perhatikan hasil suatu persilangan
tiga gen (factor) antara strain-strain fag ƛ yang dilakukan oleh Kaizer
(Strickberger, 1985). Hasil persilangan fakta factor tersebut ditunjuk pada
table berikut Tabel 2.4.
Table
2.4 Hasil persilangan tiga factor Kaizer antara strain-strain mutan fag ƛ s +
mi >< + co1 + (Strikberger, 1985 dalam Corebima 2000)
Jumlah
total
|
Turunan
Persentase
|
12324
|
+++ s co mi
s ++ + co mi s co +
++ mi s + mi +
co+
|
0.31 0,19
2,21 2,58 0,91
0,98 51,84 40,98
|
Catatan:
S –
co = 0,31+0,19+0,91+0,98 = 2,39
co-mi = 0,31+0,19+2,21+2,58 = 5,29
s-mi
= (0,21+2,58+0,91+0,98)+2 (frekuensi rekombinasi ganda)= 6,68+2(0,50) =
7,78
Data pada table 14.4 memperlihatkan bahwa
frekuensi rekombinasi ganda harapan adalah 0,0239 X 0,0529 = 0,00126 atau 0,126
%. Di lain pihak frekuensi rekombinasi ganda hasil observasi adalah sebesar
0,005 atau 0,5 %, atau sekitar 4 kali lebih tinggi disbanding frekuensi
harapan.
Penjelasan tentang nilai interferensi genetic
negative pada fag bersangkutan paut dengan dua keunikan reproduksi kromosom fag
(Strikberger, 1985 dalam
Corebima, 2000). Salah satu alas an atau penjelasan itu
adalah karena lebih dari satu kali putaran “perkawinan” dapat terjadi antara kromosom-kromosom fag.
Dalam hal ini satu kromosom yang sebelumnya telah mengalami satu kejadian
rekombinasi dapat “kawin lagi” dan dapat mengalami rekombinasi kembali pada
suatu daerah (interfal) kromosom yang berdekatan. Sebagai contoh suatu kromosom
a b c atau a + bc sehingga terbentuk rekombinan ganda ab+c.
Namun demikian peningkatan frekuensi
rekombinasi ganda pada fag sebagaimana yang telah dikemukakan, tampaknya tidak
terjadi karena ada peningkatan penukaran genetic simultan yang riil pada dua
interfal kromosom berdekatan (Strikberger, 1985 dalam Corebima, 2000).
Fenomena semacam itu pertama kali dicatat oleh Visconti bersama Delbruk dan
disebut sebagai interferensi negative rendah atau low negative interference karena mempunyai efek yang relative
kecil.
Berkenaan
dengan peningkatan frekuensi rekombinasi ganda pada fag, sebenarnya ada
fenomena lain yang disebut sebagai interferensi negative tinggi atau high negative interference (Strikberger,
1985 dalam Corebima, 2000). Pada fenomena ini
frekuensi rekombinasi ganda dapat meningkatkan mencapai nilai yang 30 kali
lebih tinggi daripada frekuensi harapan. Fenomena interferensi negative tinggi
tersebut sebenarnya lebih sulit dijelaskan. Salah satu contooh yang berkenaan
dengan fenomena ini adalah data yang terungkap pada persilangan tiga gen
(titik) atau three-poin crosses yang
dilakukan oleh Chase dan Daermann.
0
1 2
3 4
Gambar 2.5 Hubungan antara koofisien
koinsidensi dan jarak peta pada persilnagan tiga gen (titik) antara mutan-mutan
r fag bakteri T4 (Striskberger, 1985 dalam Corebima, 2000)
Rekombinasi
Intragenik.
Dewasa ini rekombinasi
intragenik sebagaimana yang ditemukan di lingkup mahluk hidup seluler termasuk
yang eukariotik, ternyata juga ditemukan pada fag. Rekombinasi intragenik pada
fag ini dilaporkan pada fag T4, yang merupakan buah karya kesohor dari Seymour
Benzer.
Pada awal decade 1950 Benzer
melakuka pengamatan dan pengkajian rinci terhadap lokus rII fag T4 (Klug dan
Cummings, 2000 dalam Corebima, 2000). Dalam hal ini Benzer
berhasil melaksanakan percobaan yang mengungkap keberadaan
rekombinan-rekombinan genetic yang sangat jarang yang terjadi akibat pertukaran
yang langsung dalam gen, bukan antar gen sebagaimana yang dipaparkan
sebelumnya. Benzer juga berhasil menunjukan bahwa peristiwa rekombinasi semacam
itu terjadi antar DNA fag-fag bateri selama infeksi simultan terhadap E.coli.
Hasil akhir dari kerja Benzer
adalah terungkapnya peta rinci dari lokus rII. Oleh karena informasi yang
terungkap sangat rinci, kerja Benzer tersebut disebut juga sebagai analisis
struktur halus dari gen. karya inipun
tidak ternilai harganya karena terungkap melalui percobaan yang dilaksanakan
sebelum teknik DNA sequencing
dikembangkan.
Dalam
proses kerjanya upaya pertama yang dilaksanakan Benzer adalah melakukan isolasi
atas sejumlah besar (sebanyak-banyaknya) muatan di dalam lokus rll fag T4 (Klug dan Cummings; 2000 dalam Corebima, 2000). Dalam hal ini
ternyata mutan-mutan dalam lokus rll tersebut
menghasilkan plak-plak yang berlainan jika dibiarkan pada cawan yang mengandung
E-colt strain B. kenyataan tersebut
sangat mempermudah upaya isolasi muatan-muatan itu. Dalam upayanya tersebut
sangat mempermudah upaya isolasi muatan-muatan itu. Dalam upayanya itu Benzer
berhasil mengisolasikan sekitar 20.000 mutan di dalam lokus rll fag T4.
Gambar 2.6 Bagan rekombinasi intragenik antara
dua mutan dalam lokus rll fag T4. Rekombinan-rekombinan diuji melalui pembiakan
dalam cawan yang mengandung E.coli strain B dan K12 (l) (Klug dan Cummings, 2000 dalam Corebima,
2000)
Upaya
lain perlu dilakukan Banzer agar dapat mengitung jumlah total turunan mutan
maupun jumlah total rekombinan wild type,
dalam rangka mengungkap frekuensi
rekombinan. Dalam hubungan ini Benzer memanfaatkan teknik pengenceran serial (Klug dan Cummings, 2000 dalam Corebima, 2000); dan dengan
teknik ini Benzer mampu menentukan mutan rll
yang dihasilkan oada E-coli K12 (l).
Hingga tahap ini terlihat bahwa rancangan percobaan Benzer memang sangat peka.
Demikian pekanya rancangan percobaan tersebut terbukti dari kenyataan bahwa
Benzer mampu menemukan satu fag rekombinan wild-type
yang tercampur diantara sekitar 100 juta fag turunan mutan.
Selain
cara-cara yang telah dilakukan itu, Benzer juga melakukan suatu upaya lagi
dalam rangka lebih mengamankan pelaksanaan percobaan sekaligus menjaga ketelitian
data/hasil percobaan. Satu upaya yang juga dilakukan itu adalah uji
komplementasi.
Gambar 2.7 Bagan uji
komplementasi dua mutan dalam dua alternative hasil, yaitu a) ada komplementasi
atau b) tidak ada komplementasi (Klug dan Cummings, 2000 dalam Corebima, 2000)
Bilamana banyak pasangan mutan diperlakukan
pada uji komplementasi, maka tiap mutan pasti terkelompok ke dalam salah satu
dari dua kelompok komplementasi, yang disebut saja sebagai A dan B.
Pasangan-pasangan mutan uji yang melakukan komplementasi satu sama lain dikelompokkan
ke dalam kelompok komplementasi yang lain (Gambar 2.7a). di lain pihak
pasangan-pasangan mutan uji yang tidak melakukan komplementasi satu sama lain,
dikelompokkan ke dalam kelompok-kelompok komplementasi yang sama (Gambar 2.7b).
Tiap kelompok komplementasi ini disebut sebagai cistron oleh Benzer. Cistron A dan B (Gambar 2.7) pada lokus rII fag T4, dewasa ini sudah diketahui
sebagai dua buah gen yang berlainan. Melalui uji komplementasi akhirnya seluruh
mutan pada lokus rII dapat dipisahkan
menjadi dua, yaitu yang merupakan bagian dari cistron A dan yang merupakan bagian dari cistron B. Dari sekitar 20.000 mutan rII, secara garis besar separuh merupakan bagian cistron A, separuhnya lagi adalah bagian
cistron B, dan pada tahap inilah
percobaan tentang rekombinasi intragenik siap dilaksanakan, dalam arti
mengungkap rekombinasi-rekombinasi intragenik dalam cistron A serta mengungkap
rekombinasi –rekombinasi intragenik dalam cistron
B, memanfaatkan mutan-mutan yang berada dalam masing-masing cistron.
Sebagaimana yang
telah dikemukakan, percobaan untuk mengungkap rekombinan intragenik dilakukan
sendiri-sendiri pada cistron A maupun
B. Dalam hubungan ini silih berganti digunakan dua mutan setiap kali. Dua mutan
itu diupayakan melakukan infeksi simultan terhadap E. coli B dalam kultur cair. Melalui prosedur yang telah
dikemukakan sebelumnya, setiap kali dapat dihitung jumlah plak rekombinan wild-type dalam rangka menentukan jumlah
fag rekombinan yang tergolong wild-type,
total jumlah turunan fag juga dapat ditentukan berdasarkan jumlah plak. Agar
lebih jelas mari kita perhatikan protokal percobaan pada gambar 2.8.
Gambar 2.8 protokol percobaan rekombinasi
intragenik yang memanfaatkan mutan-mutan
rIIA maupun rIIB fag T4 (Klug dan
Cummings, 2000 dalam Corebima, 2000)
Atas dasar contoh
protokol percobaan yang diperlihatkan pada gambar 2.8 itu, secara operasional
persentase rekombinan dapat ditentukan pertama kali dengan menghitung jumlah
plak pada pengenceran yang tepat di tiap kasus. Lebih lanjut jika misalnya atas
dasar jumlah plak, jumlah rekombinan adalah sebanyak 4 x
/ml
sedangkan total jumlah turunan adalah 8 x
/ml,
maka frekuensi rekombinan antara dua mutan adalah
2
= 2 (0,5 x
) =
=
0,000001 = 0,0001%
Seperti
halnya pada makhluk hidup eukariotik, nilai frekuensi rekombinan (dalam persen)
itu dipandang setara dengan jarak antara dua mutan (pada saat ini keduanya
sama-sama merupakan bagian dari cistron
yang sama). Bahwa perhitungan itu perlu dikali dua, hal itu disebabkan karena
tiap peristiwa rekombinan menghasilkan dua produk yang resiprok; hanya satu di
antaranya wild-type yang dideteksi.
Sebenarnya ada permasalahan lain yang muncul di saat
pelaksanaan percobaan rekombinasi intragenik pada cistron A maupun B lokus rII
fag T4. Sangat banyak percobaan rekombinasi intragenik yang sama sekali tidak
memunculkan rekombinan wild-type,
ternyata hal itu bersangkut paut dengan mutan dalam daerah cistron A atau B yang disebabkan oleh delesi. Rekombinasi
intragenik yang memunculkan rekombinan wild-type
hanya terjadi antara mutan-mutan yang mempunyai latar belakang mutasi titik.
Dalam hubungan ini sangat penting
Gambar
2.9 Bagan yang memperlihatkan bahw
rekombinasi intragenik yang melibatkan sesuatu mutan berlatar mutasi titik
dengan suatu mutan berlatar delesi dalam sebuah cistron (misalnya A) tidak akan memunculkan rekombinan wild-type. Mutan berlatar mutasi titik
terletak dalam daerah yang mengalami delesi dalam cistron itu (Klug dan Cummings, 2000 dalam Corebima, 2000)
Setelah beberapa tahun melakukan percobaan
rekombinasi genetik dalam daerah cistron A maupun B
lokus rII fag T4, Benzer berhasil mengungkap gambaran peta genetik kedua
cistron itu. Peta genetik cistron A
dan B itu ditunjukan pada
gambar 14.10. secara operasional Benzer telah menganalisis sekitar 20000 mutan
yang terletak dalam daerah cistron A dan B; dan 307 di antaranya berhasil
dipetakan. Pada gambar 14.10 itu terlihat bahwa ada tapak-tapak yang mengalami
banyak mutasi (sehingga mempunyai banyak mutan). Tapak-tapak semacam itu
disebut sebagai titik panas atau hots
spots (Klug dan Cummings,2000 dalam Corebima, 2000). Di
lain pihak ada pula tapak-tapak yang tidak pernah mengalami mutasi (sehingga
tidak mempunyai mutan).
Hasil karya Benzer ini amat spektakuler karena berhasil
diungkap mendahului kajian molekuler gen rinci yang baru mampu dilaksanakan
pada decade 1960. Pada masanya Benzer memang berhasil membuktikan (1955)bahwa
suatu gen bukanlah suatu partikel yang
tidak dibagi; dibuktikan bahwa gen adalah unit-unit mutasi dan rekombinasi yang
tersusun dalam suatu susunan spesifik, betapapun saat ini kita memandang bahwa
hal itu memang yang demikian adanya, karena sudah jelas diketahui bahwa gen atau per unit-unit itu adalah
bagian dari molekul DNA yang tersusun dari nukleotida-nukleotida.
Gambar
14.10 Suatu peta parsial mutan-mutan dalam daerah cistron
A dan B lokus rII fag T4 yang berhasil diungkap Benzer. Setiap kotak kecil
menunjuk/mewakili satu mutan (Klug dan Cummings,2000 dalam Corebima, 2000).
PERTANYAAN DAN JAWABAN
1.
Bagaimanakah proses
pindah silang pada tahap meiosis pada makhluk hidup eukariot?
Jawab : Peristiwa pindah silang sudah jelas diketahui
terjadi selama sinapsis dari kromosom-kromosom homolog pada zygoten dan pachiten dari profane I meiosis (Gardner, dkk., 1984). Dalam ini
tentu saja yang dimaksud adalah pindah silang pada makhluk hidup yang pembelahan
reduksinya berlangsung selama meiosis I. Gardner dkk. (1984) menyatakan pula
bahwa karena replikasi kromosom berlangsung selama interfase,maka peristiwa
pindah silang itu terjadi pada tahap tetrad pasca replikasi pada saat tiap
kromosom telah mengganda, sehingga telah terbentuk empat kromatid untuk tiap
pasang kromosom homolog.
Peristiwa pindah silang terjadi antara keempat
kromatid itu, tetapi yang terjadi antara dua kromosom sesaudara (dari satu
kromosom) jarang dapat dideteksi. Bcrkenaan dengan hal ini, Gardner dkk. (1984)
menyatakan "Pindah silang juga
mencakup kromati-kromatid sesaudara (dua kromatid dari satu kromosom), tetapi
pindah silang tersebut secara genetik jarang dapat dideteksi karena
kromatid-kromatid sesaudara biasanya identik". Jelaslah peristiwa
pindah silang yang secara genetik mudah dideteksi adalah yang berlangsung
antara dua kromatid bukan sesaudara (non-sister chromatids).
2.
Apa fungsi dari enzim
integrase pada peristiwa rekombinasi yang terjadi pada mkahluk hidup?
Jawab:
Enzim integrase pada kenyataannya dapat berperan sebagai suatu enzim
topoisomerase. Dalam hal ini enzim integrase membuat suatu pemutusan dalam
posisi menyamping (tidak berhadap-hadapan), jarak antara kedua tempat yang
terpotong adalah sejauh 7 nukleotida. Pemutusan unting DNA itu terjadi pada
tapak attP maupun tapak attB.
REKOMBINASI
RESUME
Disusun
untuk memenuhi tugas Matakuliah Genetika Lanjut
yang dibimbing
oleh Prof. Dr. A. Duran Corebima, M. Pd
dan Prof. Dr. Siti Zubaidah, M. Pd
Oleh:
Kelas B
Zainul Usman (120341521830)
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
PASCASARJANA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN
BIOLOGI
APRIL
2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar