Kamis, 02 Mei 2013

MACAM MUTASI DAN MUTASI YANG ACAK


MACAM MUTASI DAN MUTASI YANG ACAK

A.      Macam Mutasi Berdasarkan Macam Sel yang Mengalami Mutasi
Berdasarkan sudut pandang yang mengalami mutasi, dikenal adanya mutasi somatik dan mutasi germinal (Gardner, dkk., 1991);
1.    Mutasi Somatik.
Mutasi ini terjadi pada sel-sel somatik. Akibat mutasi somatik dapat diwariskan melalui reproduksi aseksual maupun seksual. Akibat mutasi somatik pada hewan (termasuk manusia) hingga saat ini memang tidak dapat diwariskan, sedangkan pada tumbuhan (misalnya tumbuhan dikotil), akibat mutasi somatik dapat diwariskan melalui reproduksi aseksual maupun seksual.
Contoh mutasi somatik terjadi pada sel tertentu pada mata tunas tanaman jeruk. Bayangkan lebih lanjut bahwa sel yang bermutasi tadi akan menurunkan sel gen jika mata tunas itu tumbuh dan berkembang menjadi cabang tanaman jeruk (pada cabang tanaman jeruk itu berkembang bunga yang selanjutnya menghasilkan buah dan biji). Pada contoh yang baru dikemukakan itu, terlihat bahwa akibat mutasi somatik pada sel rata tunas dapat diwariskan secara aseksual kepada generasi-generasi sel berikutnya hingga ke generasi sel gen. Jika sudah terwariskan pada sel gen-gen mutasi tadi dapat diwariskan ke generasi individu yang berikut melalui reproduksi seksual. Demikian pula jika cabang yang membawahi gen mutan tadi dicangkokkan, maka tanaman cangkokan yang dihasilkan tentu mewarisi gen mutan tersebut secara aseksual.

2.    Mutasi Germinal atau Mutasi Garis Benih (germ line mutation)
Mutasi ini terjadi pada sel-sel germ dan akibatnya juga dapat diwariskan melalui reproduksi aseksual maupun seksual. Gen mutan yang terwariskan melalui reproduksi seksual, misalnya pada berbagai kelompok hewan termasuk manusia, terbentuk mutasi germinal. Akibat mutasi yang dominan dapat segera terekspresi pada turunan, sebaliknya jika resesif maka efek mutasinya tidak terdeteksi karena kondisi heterozigot. Satu contoh mutasi germinal dominan pertama yang terkenal adalah yang pernah dilaporkan pada populasi domba di Dover (Massachusetts). Mutasi germinal dominan itu telah memunculkan galur domba mutan berkaki pendek yang disebut Ancon breed, yang pertama kali dilaporkan oleh Seth Wright pada tahun 1971 di wilayah peternakannya.
Mutasi germinal dominan pertama dilaporkan pada hewan piaraan oleh Seth Wright (1791) dipeternakannya Dover, Massachusetts. Wright memperhatikan adanya domba betina yang aneh dengan kaki pendek (Ancon breed), yang tidak mampu melompati pagar peternakan. Wright mengawinkan domba berkaki pendek dengan sesamanya dan hasilnya keturunannya adalah domba berkaki pendek. Oleh karena itu, mutasi yang ditimbulkan berupa kaki pendek merupakan mutasi germinal.  

B.       Macam Mutasi Berdasarkan Lingkup Kejadiannya
Dari sudut pandang lingkup kejadian apakah lingkup gen atau lingkup kromosom, dikenal adanya mutasi gen dan mutasi kromosom. Dalam hal ini mutasi gen adalah yang terjadi di lingkup gen, sedangkan mutasi kromosom adalah yang terjadi di lingkup kromosom (Russel, 1992).
1.    Mutasi gen
Mutasi gen dapat berupa perubahan urut-urutan DNA termasuk substitusi pasangan basa serta adisi atau delesi satu atau lebih dari satu pasangan basa. Jelas terlihat bahwa efek yang terjadi pada mutasi gen adalah yang menimpa satu nukleotida yang terkena efek mutasi, dikenal pula macam  mutasi gen yang disebut mutasi titik (point mutation). Mutasi titik adalah mutasi gen yang hanya menimpa satu pasang nukleotida dalam sesuatu gen (Russel, 1992). Berkenaan dengan mutasi gen dikenal pula macam-macam mutasi gen yang spesifik, yaitu:

a)   Mutasi pergantian pasangan basa
Mutasi pergantian (subsitusi) pasangan basa (base pair subsitution mutation), Mutasi yang terjadi pada suatu gen berupa pergantian satu pasang basa oleh pasangan basa lainnya. Satu contoh mutasi pergantian pasangan basa itu, misalnya pasangan AT diganti oleh pasangan GS. (Russel, 1992).
b)   Mutasi transisi (transition mutation)
Pada mutasi transisi, terjadi suatu pergantian basa purin dengan basa purin lain atau pergantian suatu basa pirimidin dengan pirimidin lain; atau disebut sebagai pergantian suatu pasangan basa purin-pirimidin dengan pasangan purin-pirimidin lain, termasuk pergantian suatu pasangan pirimidin purin dengan pasangan pirimidin purin lain (Ayala, dkk., 1984; Gardner, dkk., 1991; Klug dan Cummings, 1994). Contoh mutasi transisi adalah AT à GS, GS àAT,  TA à SG, SG àTA.
c)    Mutasi transversi (transversion mutation)
Pada mutasi transversi:, terjadi suatu pergantian basa purin dengan basa pirimidin, atau pergantian suatu basa pirimidin dengan basa purin; atau disebut juga sebagai suatu pergantian pasangan basa purin-pirimidin dengan pasangan basa pirimidin-­purin di tapak (posisi) yang sama (Ayala, dkk 1984; Gardner, dkk., 1991; Russel, 1992, Klug dan Cummings, 1993). Contoh mutasi transversi, antara lain AT àAT, GS à SG, ATàSG, dan SGàTA.
d)   Mutasi missens (missense mutation)
Mutasi missens adalah mutasi yang terjadi karena perubahan suatu pasangan basa (dalam gen) yang mengakibatkan terjadi perubahan satu kode genetika, sehingga asam amino yang terkait (pada polipeptida) berubah (Russel, 1992). Terbentuknya asam amino yang berbeda dari normal pada sintesis asam amino akibat kesalahan basa pada mutasi titik disebut dengan missense mutation. Misalnya sickle-cell anemia (anemia sel sabit), merupakan penyakit akibat missense mutation tunggal pada basa pengkode protein hemoglobin. Protein hemoglobin tersusun atas 146 asam amino. Pada asam amino ke-6, adenin (A) digantikan dengan timin (T). Perubahan ini menyebabkan perubahan asam amino glutamat menjadi valin, sehingga mengubah bentuk molekul hemoglobin pada kondisi kadar oksigen rendah, dan menyebabkan sel darah merah menjadi berbentuk bulan sabit. Bentuk bulan sabit menyulitkan transport sel darah merah melalui pembuluh darah kapiler.
e)    Mutasi nonsense (nonsense mutation)
Mutasi nonsense adalah suatu pergantian pasangan basa yang berakibat terjadinya perubahan suatu kode genetika pengkode asam amino menjadi kode genetika pengkode terminasi (Russel., 1992). Dalam hal ini terjadi suatu kode genetika pengkode asam amino (misalnya UGG) menjadi UAG; atau USA menjadi UAA, dan demikian pula UAA menjadi UGA. Adanya mutasi nonsense jelas menyebabkan polipeptida yang terbentuk tidak sempurna atau tidak lengkap sehingga tidak fungsional (Russel, 1992), seperti halnya yang terlihat pada tabel 2.1.
Tabel 2.1 Rangkaian perubahan mulai dari gen hingga ke munculnya kode genetika terminasi yang memperlihatkan contoh mutasi nonsen

Sebelum
 sesudah mutasi
Urutan nukleotida
(basa) pada gen
Urutan nukleotida
(basa) pada RNA-d hasil transkripsi
Asam amino
yang dikode
Dampak yang timbul setelah mutasi
Sebelum
sesudah mutasi
3'-ASS-5'

3'-ATS-5'
5'-UGG-3'

5'-UAG-3'
Triptofan

Tidak ada

Terhentinya translasi
(misalnya ditengah proses)
Sebelum
sesudah mutasi
3'-AGT-S'
3'-AT7-5'
5'-USA-3'
5'-UAA-3'
Serin
tidak ada
Terhentinya translasi
(misalnya di tengah proses)
Sebelum
sesudah mutasi
3'-ATT-5'
3'-ASA-5'
Y-MA-31
5'-LJGA-'
Leusin
tidak ada
Terhentinya translasi
(misalnya di tengah proses)



f)    Mutasi netral (neutral mutation)
Mutasi netral merupakan pergantian suatu pasangan basa yang terkait terjadinya perubahan suatu kode genetika yang juga menimbulkan perubahan asam amino terkait tetapi tidak sampai mengakibatkan perubahan fungsi protein (Russel; 1992). Tidak terjadinya perubahan fungsi protein disebabkan karna asam amino mutan secara kimia ekivalen dengan asam amino mula-mula, misalnya asam amino arginin secara kimiawi ekivalen dengan asam amino lisin dan sama-sama asam amino dasar sehingga, keduanya memiliki sifat-sifat yang cukup mirip; dan dengan demikian fungsi protein dapat tidak berubah.
g)   Mutasi diam (silent mutation)
Pada mutasi diam terjadi pergantian suatu pasangan basa pada gen yang menimbulkan perubahan satu kode genetika, tetapi tidak mengakibatkan perubahan/pergantian asam amino yang dikode (Russel, 1992). Dalam hal ini baik kode genetika mutan maupun kode genetika semula sama-sama mengkode asam amino yang sama
h)   Mutasi perubahan rangka (frame shift mutation)
Mutasi perubahan rangka terjadi karena adanya penambahan sekaligus pengurangan pasangan basa. Mutasi perubahan rangka terjadi karena adisi atau delesi satu atau lebih dari satu pasangan basa dalam satu gen. Adisi dan delesi semacam itu mengubah kerangka percobaan seluruh fungsi triplet pasangan basa pada gen dalam arah distal dari tapak mutasi (Gardner, dkk., 1991). Mutasi ini berupa delesi (pemotongan) atau insersi (penyisipan) satu atau beberapa pasang nukleotida pada DNA dan menyebabkan terjadinya pergeseran pembacaan kerangka sandi (reading frameshift), sehingga akan menyebabkan perubahan asam amino.
i)      Mutasi titik
Mutasi titik secara umum dapat dipilah menjadi 2 macam, yaitu mutasi ke depan atau forward mutation dan mutasi balik atau reverse mutation (Russel, 1992). Reverse mutation disebut jugs sebagai back mutation (Gardner, dkk., 1991) atau juga reversion  (Gardner, dkk., 1991; Russel, 1992). Forward mutation adalah mutasi yang mengubah wild-type (Gardner, dkk., 1991). Namun demikian berkenaan dengan hal ini kadang-kadang kedua konsep itu (wild-type dan tipe mutan) bersifat arbitrer. Sebagai contoh, kita memang memandang bahwa dua alela yang mengontrol warna mata coklat maupun biru pada manusia sama-sama tergolong wild-type. Di lain pihak, jika pada suatu populasi yang hamper  seluruhnya bermata coklat, alela untuk warna mata biru dapat juga dipandang sebagai tipe mutan.
Reverse mutation dapat memulihkan polipeptida yang sebelumnya bersifat fungsional sebagian ataupun tidak fungsional akibat mutasi gen, menjadi polipeptida yang berfungsi penuh atau sebagian (Russel, 1992). Sebagai contoh, misalnya reverse mutation yang terjadi atas efek mutasi nonsen yang terjadi sebelumnya. Pada contoh semacam itu reverse mutation dapat mengembalikan (memulihkan) fungsi protein sepenuhnya atau sebagian. Pemulihan fungsi protein sepenuhnya terjadi jika asam amino mula-mula dapat dikode kembali; sedangkan pemulihan fungsi protein sebagian terjadi jika asam amino mula-mula tidak dikode kembali tetapi sebagai gantinya berhasil dikode asam amino lain. Reverse mutation yang memulihkan fungsi protein sepenuhnya  disebut true reversion, sedangkan yang memulihkan fungsi protein sebagian disebut partial reversion (Russel, 1992). Pengaruh reverse mutation terhadap efek mutasi misens juga dapat terjadi dalam pola seperti yang sudah disebutkan.
Berkenaan dengan reverse mutation yang memulihkan fungsi protein sebagian dikatakan bahwa mutasi itu memunculkan protein lain yang mengkompensasi fungsi protein mula-mula. Dalam hubungan ini reverse mutation semacam ini disebut juga sebagai mutasi penekan atau  suppressor mutation (Gardner, dkk.,1991). Berkenaan dengan suppressor mutation, sebagaimana yang telah dikemukakan bahwa mutasi itu dapat terjadi pada gen yang sama atau berbeda (Gardner, dkk., 1991), dikenal intragenic suppressor mutation dan intergenic suppressor mutation (Russel, 1992). Dalam hal ini intragenic suppressor mutation maupun intergenic suppressor mutation berakibat diproduksinya protein fungsional sepenuhnya ataupun yang fungsional sebagian. Jelaslah bahwa agar fungsi protein dapat dipulihkan, maka mutasi mula-mula maupun suppressor mutation sama-sama berlangsung pada sel yang sama.
Mekanisme intragenic suppressor mutation dan intergenic suppressor mutation berbeda (Russel, 1992). Pada intragenic suppressor mutation terdapat dua pola mekanisme. Pada pola pertama terjadi perubahan basa nukleotida lain dalam triplet yang mentranskripsi kode genetika yang sama. Pada pola kedua terjadi perubahan basa nukelotida lain dalam triplet yang mentranskripsi kode genetika lain.
Pada contoh yang baru dikemukakan, intragenic suppressor mutation adalah yang berupa mutasi pergantian basa; demikian pula pada mutasi yang mula-mula. Di lain pihak, mutasi yang mula-mula maupun intragenic suppressor mutation dapat pula berupa mutasi pergantian kerangka atau frameshift mutation. Sebagai contoh misalnya pada mutasi mula-mula terjadi insersi satu nukleotida dari triplet yang sama. Di lain pihak mungkin pula pada intragenic suppressor mutation terjadi perubahan dalam triplet yang lain; yang paling sering adalah bahwa pada intragenic suppressor mutation terjadi insersi satu nukleotida ke arah hilir dari tapak delesi satu nukleotida, atau terjadi delesi satu nukleotida ke arah hilir dari tapak insersi (Russel, 1992).
Gen yang menyebabkan supresi mutasi pada gen lain disebut gen suppressor atau suppressor genes (Russel, 1992). Gen supresor tidak bekerja dengan cara mengubah urut-urutan nukleotida suatu gen mutan. Di lain pihak, agaknya gen supresor bekerja dengan cara mengubah pembecaan RNA-d. Dalam hubungan ini sejumlah gen supresor telah ditemukan pada berbagai sistem, terutama pada E. coli dan khamir (Russel, 1992).
Tiap gen supresor dapat menekan efek hanya dari satu mutasi nonsen, misens, atau mutasi pergantian kerangka (Frameshift mutation). Oleh karena itu gen supresor dapat menekan hanya sejumlah kecil mutasi titik yang secara teoritik dapat terjadi dalam suatu gen (Russel, 1992). Di lain pihak, suatu gen supresor tertentu akan menekan seluruh mutasi yang dipengaruhinya, tanpa memperhatikan pada gen mana mutasi itu berlangsung.
Di antara supresor mutasi nonsens, misens, dan mutasi pergantian kerangka (frameshift mutation), yang paling banyak dikenal adalah supresor mutasi nonsens (Russel, 1992). Supresor-supresor semacam itu sering “terlihat” bilamana gen-gen RNA-t tertentu mutasi sehingga antikodonnya mengenali suatu kode genetika terminasi dan akan menempatkan satu asam amino ke dalam rantai polipeptida.
Supresor-supresor mutasi nonsen dibedakan menjadi tiga kelompok, karena seperti diketahui ada 3 macam kode nonsen (Russel, 1992). Dalam hubungan ini dikenal kelompok supresor mutasi nonsen untuk kode genetika UAG, UAA, dan UGA. Sebagai contoh misalnya, jika satu gen RNA-t tir (yang berarti kodon 5-SUA-3) bermutasi sehingga RNA-t itu beralih memiliki antikodon 5-SUA-3, maka RNA-t yang sudah berubah tersebut (tetapi masih mengikat asam amino tirosin) akan mampu membaca kode genetika nonsen 5-UAG-3.

2.    Mutasi kromosom
Sebagaimana yang telah dikemukakan, mutasi kromosom adalah yang terjadi di lingkup kromosom. Pada berbagai pustaka, mutasi kromosom disebut juga sebagai aberasi kromosom. Mutasi kromosom dipilih menjadi dua macam, yaitu berupa perubahan struktur kromosom dan perubahan jumlah kromosom (Ayala,dkk., 1984).
Perubahan struktur kromosom yang merupakan mutasi kromosom dapat berupa perubahan jumlah gen dan perubahan lokasi gen. perubahan jumlah gen itu terjadi karena delesi dan duplikasi, sedangkan perubahan lokasi gen terjadi karena inversi dan translokasi. Delesi disebut juga defisiensi; yang terjadi adalah hilangnya suatu segmen kromosom dari satu kromosom. Pada duplikasi keberadaan satu segmen kromosom lebih dari satu kali. Pada inversi letak suatu segmen kromosom menjadi terbalik, sedangkan pada translokasi letak suatu segmen kromosom berubah karena berpindah.
Macam mutasi kromosom yang menyebabkan terjadinya perubahan jumlah kromosom adalah fusi sentrik (centric fusion), fisi sentrik (centric fission), enuploidi, serta monoploidi maupun poliploidi (Ayala, dkk,. 1984). Pada fusi sentrik dua kromosom non homolog bergabung menjadi satu, sedangkan pada fisi sentrik satu kromosom terpisah menjadi dua kromosom. Pada aneuploidi, satu atau lebih dari satu kromosom pada suatu pasang kromosom hilang atau bertambah; sedangkan pada monoploidi jumlah perangkat kromosom hanya satu, tetapi pada poliploidi jumlah perangkat kromosom lebih dari dua. Monoploidi dan poliploidi disebut juga sebagai mutasi genom atau genom mutation (Russel, 1992).


C.      Pembagian mutasi berdasarkan sebab terjadinya (Gardner, dkk., 1991):
1.        Mutasi spontan.
Mutasi ini terjadi di alam secara alami (spontan), secara kebetulan dan jarang terjadi. Mutasi spontan adalah mutasi yang terjadi di alam secara acak (random), tanpa diketahui sebabnya secara pasti. Mutasi ini jarang terjadi dan mungkin terjadi karena mekanisme tertentu di dalam sel yang tidak sempurna. Mutasi spontan dapat disebabkan oleh beberapa alasan berikut: ketidakstabilan nukleotida, kesalahan replikasi, serta ketidaksempurnaan meiosis. Umumnya mutasi spontan bersifat resesif sehingga jarang mampu bertahan hidup. Jika mampu bertahan hidup maka mutan akan berkembang menghasilkan variasi baru.
       












Gambar 2.4 Ketidakstabilan Nukleotida
(Sumber: http//www.edukasi-net)



2.        Mutasi terinduksi,
Mutasi ini terjadi akibat pemaparan agen mutagenik seperti radiasi ion, bahan-bahan kimia, dan sinar ultraviolet. Proses perubahan gen atau kromosom secara sengaja zat kimia, sinar X, radiasi dan sebagainya. Maka sering disebut juga mutasi induksi.

D.      Mutasi Acak
Mutasi dapat bersifat merugikan atau menguntungkan untuk suatu organisme. Faktor lingkungan sangat mempengaruhi arah mutasi. Sebagai contohnya, pemaparan bahan kimia berbahaya dapat memicu tingkat mutasi, tetapi tidak akan meningkatkan mutasi yang dapat membuat organisme resisten terhadap bahan kimia tersebut. Dalam kasus ini, mutasi dianggap random. (Gardner, dkk., 1991).
Populasi tikus di kota-kota tidak lagi dipengaruhi oleh antikoagulan yang biasanya digunakan dalam racun tikus. Populasi kecoak tidak lagi peka terhadap chlordane, racun yang digunakan untuk mengontrol populasi kecoak pada tahun 1950an. Populasi lalat rumah yang resisten terhadap insektisida seperti DDT. Banyak organisme yang kebal terhadap antibiotik seperti Penicillin dan Streptomycin. Organisme-organisme tersebut merespon perubahan lingkungan dengan cara mengubah dirinya menjadi resisten terhadap berbagai bahan kimia. Sementara itu organisme yang sensitif akan mati, sedangkan mutan akan berkembangbiak membentuk populasi baru yang resisten. (Gardner, dkk., 1991).
Pada tahun 1952, Esther dan Joshua Lederberg memperkenalkan teknik “Replica-planting”. Kultur bakteri diencerkan dan sel-sel tersebar pada permukaan medium agar nutrient semi padat di cawan petri. Pada suatu periode pertumbuhan, tiap bakteri akan menghasilkan sejumlah koloni pada permukaan medium agar. Setiap cawan kemudian dibalik dan ditekan keatas kain beludru steril, yang melingkupi balok kayu. Beberapa sel dari setiap koloni mampu menempel pada beludru. Suatu cawan steril yang berisi medium agar yang mengandung Streptomycin (atau antibiotik lainnya) ditekan ke atas beludru tersebut. Prosedur replica-planting ini diulang pada sejumlah besar koloni bakteri. Setelah cawan-cawan selektif (yang mengandung Streptomycin) diinkubasi, ternyata terbentuk koloni bakteri yang resistent terhadap Streptomycin dalam jumlah yang jarang. Sedangkan pada cawan non-selektif, yang diuji resistensinya terhadap Streptomycin, menunjukkan bahwa bakteri-bekteri yang tumbuh pada cawan selektif selalu mengandung sel-sel resisten sedangkan bakteri-bakteri yang tidak tumbuh pada medium selektif jarang mengandung sel resisten terhadap Streptomycin. Hal ini menunjukkan bahwa adanya mutant yang resisten terhadap Streptomycin pada populasi bakteri terjadi lebih dahulu dibandingkan dengan akibat pemamparan Streptomycin (Gardner, dkk., 1991).


Tidak ada komentar:

Posting Komentar