MACAM
MUTASI DAN MUTASI YANG ACAK
A.
Macam Mutasi
Berdasarkan Macam Sel yang Mengalami Mutasi
Berdasarkan sudut pandang yang mengalami mutasi, dikenal adanya
mutasi somatik dan mutasi germinal (Gardner, dkk., 1991);
1.
Mutasi Somatik.
Mutasi ini
terjadi pada sel-sel somatik. Akibat mutasi somatik dapat diwariskan melalui
reproduksi aseksual maupun seksual. Akibat mutasi somatik pada hewan (termasuk
manusia) hingga saat ini memang tidak dapat diwariskan, sedangkan
pada tumbuhan (misalnya tumbuhan dikotil), akibat mutasi somatik dapat
diwariskan melalui reproduksi aseksual maupun seksual.
Contoh mutasi
somatik terjadi pada sel tertentu pada mata tunas tanaman jeruk. Bayangkan
lebih lanjut bahwa sel yang bermutasi tadi akan menurunkan sel gen jika mata
tunas itu tumbuh dan berkembang menjadi cabang tanaman jeruk (pada cabang
tanaman jeruk itu berkembang bunga yang selanjutnya menghasilkan buah dan
biji). Pada contoh yang baru dikemukakan itu, terlihat bahwa akibat mutasi
somatik pada sel rata tunas dapat diwariskan secara aseksual kepada
generasi-generasi sel berikutnya hingga ke generasi sel gen. Jika sudah
terwariskan pada sel gen-gen mutasi tadi dapat diwariskan ke generasi individu
yang berikut melalui reproduksi seksual. Demikian pula jika cabang yang membawahi
gen mutan tadi dicangkokkan, maka tanaman cangkokan yang dihasilkan tentu
mewarisi gen mutan tersebut secara aseksual.
2.
Mutasi Germinal atau Mutasi Garis Benih
(germ line mutation)
Mutasi ini
terjadi pada sel-sel germ dan akibatnya juga dapat diwariskan melalui
reproduksi aseksual maupun seksual. Gen
mutan yang terwariskan melalui reproduksi seksual, misalnya pada berbagai
kelompok hewan termasuk manusia, terbentuk mutasi germinal. Akibat mutasi yang dominan
dapat segera terekspresi pada turunan, sebaliknya jika resesif maka efek
mutasinya tidak terdeteksi karena kondisi heterozigot. Satu contoh mutasi germinal dominan pertama yang
terkenal adalah yang pernah dilaporkan pada populasi domba di Dover
(Massachusetts). Mutasi germinal dominan itu telah memunculkan galur domba
mutan berkaki pendek yang disebut Ancon breed, yang pertama kali
dilaporkan oleh Seth Wright pada tahun 1971 di wilayah peternakannya.
Mutasi germinal dominan pertama
dilaporkan pada hewan piaraan oleh Seth Wright (1791) dipeternakannya Dover,
Massachusetts. Wright memperhatikan adanya domba betina yang aneh dengan kaki
pendek (Ancon breed), yang tidak mampu melompati pagar peternakan. Wright
mengawinkan domba berkaki pendek dengan sesamanya dan hasilnya keturunannya
adalah domba berkaki pendek. Oleh karena itu, mutasi yang ditimbulkan berupa
kaki pendek merupakan mutasi germinal.
B.
Macam Mutasi
Berdasarkan Lingkup Kejadiannya
Dari sudut pandang lingkup kejadian apakah lingkup
gen atau lingkup kromosom, dikenal adanya mutasi gen dan mutasi kromosom. Dalam
hal ini mutasi gen adalah yang terjadi di lingkup gen, sedangkan mutasi
kromosom adalah yang terjadi di lingkup kromosom (Russel, 1992).
1.
Mutasi gen
Mutasi gen dapat berupa perubahan urut-urutan DNA
termasuk substitusi pasangan basa serta adisi atau delesi satu atau lebih dari
satu pasangan basa. Jelas terlihat bahwa efek yang terjadi pada mutasi gen
adalah yang menimpa satu nukleotida yang terkena efek mutasi, dikenal pula
macam mutasi gen yang disebut mutasi
titik (point mutation). Mutasi titik
adalah mutasi gen yang hanya menimpa satu pasang nukleotida dalam sesuatu gen
(Russel, 1992). Berkenaan dengan mutasi gen dikenal pula macam-macam mutasi gen
yang spesifik, yaitu:
a) Mutasi pergantian
pasangan basa
Mutasi pergantian (subsitusi)
pasangan basa (base pair subsitution
mutation), Mutasi yang terjadi pada suatu gen berupa pergantian satu pasang
basa oleh pasangan basa lainnya. Satu contoh mutasi pergantian pasangan basa
itu, misalnya pasangan AT diganti oleh pasangan GS. (Russel, 1992).
b) Mutasi transisi (transition mutation)
Pada mutasi transisi, terjadi suatu pergantian basa purin dengan basa purin
lain atau pergantian suatu basa pirimidin dengan pirimidin lain; atau
disebut sebagai pergantian suatu
pasangan basa purin-pirimidin dengan pasangan purin-pirimidin
lain, termasuk pergantian suatu pasangan pirimidin purin dengan pasangan pirimidin purin lain (Ayala, dkk., 1984; Gardner, dkk., 1991;
Klug dan Cummings, 1994). Contoh mutasi transisi adalah AT à GS, GS àAT, TA à SG, SG àTA.
c) Mutasi transversi (transversion mutation)
Pada mutasi
transversi:, terjadi suatu pergantian basa purin dengan basa pirimidin, atau
pergantian suatu basa pirimidin dengan basa purin; atau disebut juga sebagai
suatu pergantian pasangan basa purin-pirimidin dengan pasangan basa pirimidin-purin
di tapak (posisi) yang sama (Ayala, dkk 1984; Gardner, dkk., 1991; Russel,
1992, Klug dan Cummings, 1993). Contoh mutasi transversi, antara lain AT àAT, GS à SG, ATàSG, dan SGàTA.
d) Mutasi missens (missense mutation)
Mutasi missens adalah mutasi yang
terjadi karena perubahan suatu pasangan basa (dalam gen) yang mengakibatkan
terjadi perubahan satu kode genetika, sehingga asam amino yang terkait (pada
polipeptida) berubah (Russel, 1992). Terbentuknya asam amino yang berbeda dari
normal pada sintesis asam amino akibat kesalahan basa pada mutasi titik disebut
dengan missense mutation. Misalnya sickle-cell anemia (anemia
sel sabit), merupakan penyakit akibat missense mutation tunggal pada
basa pengkode protein hemoglobin. Protein hemoglobin tersusun atas 146 asam
amino. Pada asam amino ke-6, adenin (A) digantikan dengan timin (T). Perubahan
ini menyebabkan perubahan asam amino glutamat menjadi valin, sehingga mengubah
bentuk molekul hemoglobin pada kondisi kadar oksigen rendah, dan menyebabkan
sel darah merah menjadi berbentuk bulan sabit. Bentuk bulan sabit menyulitkan
transport sel darah merah melalui pembuluh darah kapiler.
e) Mutasi nonsense (nonsense mutation)
Mutasi
nonsense adalah suatu pergantian pasangan basa yang
berakibat terjadinya perubahan suatu kode genetika pengkode asam amino menjadi
kode genetika pengkode
terminasi (Russel., 1992). Dalam hal ini terjadi suatu kode genetika pengkode
asam amino (misalnya UGG) menjadi UAG; atau USA menjadi UAA, dan demikian pula
UAA menjadi UGA. Adanya mutasi nonsense jelas menyebabkan polipeptida yang
terbentuk tidak sempurna atau tidak lengkap sehingga tidak fungsional (Russel,
1992), seperti halnya yang terlihat pada tabel 2.1.
Tabel
2.1 Rangkaian perubahan mulai dari gen hingga
ke munculnya kode genetika terminasi yang memperlihatkan contoh mutasi
nonsen
Sebelum
sesudah
mutasi
|
Urutan nukleotida
(basa)
pada gen
|
Urutan nukleotida
(basa)
pada RNA-d hasil transkripsi
|
Asam amino
yang
dikode
|
Dampak
yang timbul setelah mutasi
|
Sebelum
sesudah mutasi
|
3'-ASS-5'
3'-ATS-5'
|
5'-UGG-3'
5'-UAG-3'
|
Triptofan
Tidak
ada
|
‑
Terhentinya
translasi
(misalnya
ditengah proses)
|
Sebelum
sesudah mutasi
|
3'-AGT-S'
3'-AT7-5'
|
5'-USA-3'
5'-UAA-3'
|
Serin
tidak
ada
|
‑
Terhentinya
translasi
(misalnya
di tengah proses)
|
Sebelum
sesudah mutasi
|
3'-ATT-5'
3'-ASA-5'
|
Y-MA-31
5'-LJGA-'
|
Leusin
tidak
ada
|
‑
Terhentinya
translasi
(misalnya
di tengah proses)
|
f) Mutasi netral (neutral mutation)
Mutasi netral merupakan pergantian suatu
pasangan basa yang terkait terjadinya perubahan suatu kode genetika yang juga
menimbulkan perubahan asam amino terkait tetapi tidak sampai mengakibatkan
perubahan fungsi protein (Russel; 1992). Tidak terjadinya perubahan fungsi
protein disebabkan karna asam amino mutan secara kimia ekivalen dengan asam
amino mula-mula, misalnya asam amino arginin secara kimiawi ekivalen dengan
asam amino lisin dan sama-sama asam amino dasar sehingga, keduanya memiliki
sifat-sifat yang cukup mirip; dan dengan demikian fungsi protein dapat tidak
berubah.
g) Mutasi diam (silent mutation)
Pada mutasi diam terjadi pergantian
suatu pasangan basa pada gen yang menimbulkan perubahan satu kode genetika,
tetapi tidak mengakibatkan perubahan/pergantian asam amino yang dikode (Russel,
1992). Dalam hal ini baik kode genetika mutan maupun kode genetika semula
sama-sama mengkode asam amino yang sama
h) Mutasi perubahan rangka
(frame shift mutation)
Mutasi perubahan rangka terjadi karena
adanya penambahan sekaligus pengurangan pasangan basa. Mutasi perubahan rangka
terjadi karena adisi atau delesi satu atau lebih dari satu pasangan basa dalam
satu gen. Adisi dan delesi semacam itu mengubah kerangka percobaan seluruh
fungsi triplet pasangan basa pada gen dalam arah distal dari tapak mutasi (Gardner,
dkk., 1991). Mutasi ini berupa delesi (pemotongan) atau insersi (penyisipan)
satu atau beberapa pasang nukleotida pada DNA dan menyebabkan terjadinya
pergeseran pembacaan kerangka sandi (reading frameshift), sehingga
akan menyebabkan perubahan asam amino.
i) Mutasi titik
Mutasi titik secara umum dapat dipilah
menjadi 2 macam, yaitu mutasi ke depan atau forward
mutation dan mutasi balik atau reverse
mutation (Russel, 1992). Reverse mutation disebut jugs sebagai back mutation (Gardner, dkk., 1991) atau
juga reversion (Gardner, dkk., 1991; Russel, 1992). Forward mutation adalah mutasi yang
mengubah wild-type (Gardner, dkk.,
1991). Namun demikian berkenaan dengan hal ini kadang-kadang kedua konsep itu (wild-type dan tipe mutan) bersifat
arbitrer. Sebagai contoh, kita memang memandang bahwa dua alela yang mengontrol
warna mata coklat maupun biru pada manusia sama-sama tergolong wild-type. Di lain pihak, jika pada
suatu populasi yang hamper seluruhnya
bermata coklat, alela untuk warna mata biru dapat juga dipandang sebagai tipe
mutan.
Reverse mutation dapat memulihkan
polipeptida yang sebelumnya bersifat fungsional sebagian ataupun tidak
fungsional akibat mutasi gen, menjadi polipeptida yang berfungsi penuh atau
sebagian (Russel, 1992). Sebagai contoh, misalnya reverse mutation yang terjadi
atas efek mutasi nonsen yang terjadi sebelumnya. Pada contoh semacam itu
reverse mutation dapat mengembalikan (memulihkan) fungsi protein sepenuhnya
atau sebagian. Pemulihan fungsi protein sepenuhnya terjadi jika asam amino
mula-mula dapat dikode kembali; sedangkan pemulihan fungsi protein sebagian
terjadi jika asam amino mula-mula tidak dikode kembali tetapi sebagai gantinya
berhasil dikode asam amino lain. Reverse mutation yang memulihkan fungsi
protein sepenuhnya disebut true reversion, sedangkan yang
memulihkan fungsi protein sebagian disebut partial
reversion (Russel, 1992). Pengaruh reverse mutation terhadap efek mutasi
misens juga dapat terjadi dalam pola seperti yang sudah disebutkan.
Berkenaan dengan reverse mutation yang memulihkan fungsi protein sebagian dikatakan
bahwa mutasi itu memunculkan protein lain yang mengkompensasi fungsi protein
mula-mula. Dalam hubungan ini reverse
mutation semacam ini disebut juga sebagai mutasi penekan atau suppressor
mutation (Gardner, dkk.,1991). Berkenaan dengan suppressor mutation, sebagaimana yang telah dikemukakan bahwa
mutasi itu dapat terjadi pada gen yang sama atau berbeda (Gardner, dkk., 1991),
dikenal intragenic suppressor mutation
dan intergenic suppressor mutation
(Russel, 1992). Dalam hal ini intragenic suppressor mutation maupun intergenic
suppressor mutation berakibat diproduksinya protein fungsional sepenuhnya
ataupun yang fungsional sebagian. Jelaslah bahwa agar fungsi protein dapat
dipulihkan, maka mutasi mula-mula maupun suppressor mutation sama-sama
berlangsung pada sel yang sama.
Mekanisme intragenic suppressor mutation
dan intergenic suppressor mutation berbeda (Russel, 1992). Pada intragenic
suppressor mutation terdapat dua pola mekanisme. Pada pola pertama terjadi
perubahan basa nukleotida lain dalam triplet yang mentranskripsi kode genetika
yang sama. Pada pola kedua terjadi perubahan basa nukelotida lain dalam triplet
yang mentranskripsi kode genetika lain.
Pada contoh yang baru dikemukakan,
intragenic suppressor mutation adalah yang berupa mutasi pergantian basa;
demikian pula pada mutasi yang mula-mula. Di lain pihak, mutasi yang mula-mula
maupun intragenic suppressor mutation dapat pula berupa mutasi pergantian
kerangka atau frameshift mutation. Sebagai contoh misalnya pada mutasi
mula-mula terjadi insersi satu nukleotida dari triplet yang sama. Di lain pihak
mungkin pula pada intragenic suppressor mutation terjadi perubahan dalam
triplet yang lain; yang paling sering adalah bahwa pada intragenic suppressor mutation
terjadi insersi satu nukleotida ke arah hilir dari tapak delesi satu
nukleotida, atau terjadi delesi satu nukleotida ke arah hilir dari tapak
insersi (Russel, 1992).
Gen yang menyebabkan supresi mutasi pada
gen lain disebut gen suppressor atau suppressor genes (Russel, 1992). Gen
supresor tidak bekerja dengan cara mengubah urut-urutan nukleotida suatu gen
mutan. Di lain pihak, agaknya gen supresor bekerja dengan cara mengubah
pembecaan RNA-d. Dalam hubungan ini sejumlah gen supresor telah ditemukan pada
berbagai sistem, terutama pada E. coli
dan khamir (Russel, 1992).
Tiap gen supresor dapat menekan efek
hanya dari satu mutasi nonsen, misens, atau mutasi pergantian kerangka
(Frameshift mutation). Oleh karena itu gen supresor dapat menekan hanya sejumlah
kecil mutasi titik yang secara teoritik dapat terjadi dalam suatu gen (Russel,
1992). Di lain pihak, suatu gen supresor tertentu akan menekan seluruh mutasi
yang dipengaruhinya, tanpa memperhatikan pada gen mana mutasi itu berlangsung.
Di antara supresor mutasi nonsens,
misens, dan mutasi pergantian kerangka (frameshift mutation), yang paling
banyak dikenal adalah supresor mutasi nonsens (Russel, 1992). Supresor-supresor
semacam itu sering “terlihat” bilamana gen-gen RNA-t tertentu mutasi sehingga
antikodonnya mengenali suatu kode genetika terminasi dan akan menempatkan satu
asam amino ke dalam rantai polipeptida.
Supresor-supresor mutasi nonsen
dibedakan menjadi tiga kelompok, karena seperti diketahui ada 3 macam kode
nonsen (Russel, 1992). Dalam hubungan ini dikenal kelompok supresor mutasi
nonsen untuk kode genetika UAG, UAA, dan UGA. Sebagai contoh misalnya, jika
satu gen RNA-t tir (yang berarti kodon 5-SUA-3) bermutasi sehingga RNA-t itu
beralih memiliki antikodon 5-SUA-3, maka RNA-t yang sudah berubah tersebut
(tetapi masih mengikat asam amino tirosin) akan mampu membaca kode genetika
nonsen 5-UAG-3.
2.
Mutasi kromosom
Sebagaimana yang telah dikemukakan,
mutasi kromosom adalah yang terjadi di lingkup kromosom. Pada berbagai pustaka,
mutasi kromosom disebut juga sebagai aberasi kromosom. Mutasi kromosom dipilih
menjadi dua macam, yaitu berupa perubahan struktur kromosom dan perubahan
jumlah kromosom (Ayala,dkk., 1984).
Perubahan struktur kromosom yang
merupakan mutasi kromosom dapat berupa perubahan jumlah gen dan perubahan
lokasi gen. perubahan jumlah gen itu terjadi karena delesi dan duplikasi,
sedangkan perubahan lokasi gen terjadi karena inversi dan translokasi. Delesi
disebut juga defisiensi; yang terjadi adalah hilangnya suatu segmen kromosom
dari satu kromosom. Pada duplikasi keberadaan satu segmen kromosom lebih dari
satu kali. Pada inversi letak suatu segmen kromosom menjadi terbalik, sedangkan
pada translokasi letak suatu segmen kromosom berubah karena berpindah.
Macam mutasi kromosom yang menyebabkan
terjadinya perubahan jumlah kromosom adalah fusi sentrik (centric fusion), fisi
sentrik (centric fission), enuploidi, serta monoploidi maupun poliploidi
(Ayala, dkk,. 1984). Pada fusi sentrik dua kromosom non homolog bergabung
menjadi satu, sedangkan pada fisi sentrik satu kromosom terpisah menjadi dua
kromosom. Pada aneuploidi, satu atau lebih dari satu kromosom pada suatu pasang
kromosom hilang atau bertambah; sedangkan pada monoploidi jumlah perangkat
kromosom hanya satu, tetapi pada poliploidi jumlah perangkat kromosom lebih
dari dua. Monoploidi dan poliploidi disebut juga sebagai mutasi genom atau
genom mutation (Russel, 1992).
C.
Pembagian mutasi
berdasarkan sebab terjadinya (Gardner, dkk., 1991):
1.
Mutasi spontan.
Mutasi ini terjadi di
alam secara alami (spontan), secara kebetulan dan jarang terjadi. Mutasi
spontan adalah mutasi yang terjadi di alam secara acak (random), tanpa
diketahui sebabnya secara pasti. Mutasi ini jarang terjadi dan mungkin terjadi
karena mekanisme tertentu di dalam sel yang tidak sempurna. Mutasi spontan
dapat disebabkan oleh beberapa alasan berikut: ketidakstabilan nukleotida,
kesalahan replikasi, serta ketidaksempurnaan meiosis. Umumnya mutasi spontan
bersifat resesif sehingga jarang mampu bertahan hidup. Jika mampu bertahan
hidup maka mutan akan berkembang menghasilkan variasi baru.
Gambar
2.4 Ketidakstabilan Nukleotida
(Sumber:
http//www.edukasi-net)
2.
Mutasi
terinduksi,
Mutasi ini terjadi
akibat pemaparan agen mutagenik seperti radiasi ion, bahan-bahan kimia, dan
sinar ultraviolet. Proses perubahan gen atau kromosom secara sengaja zat kimia,
sinar X, radiasi dan sebagainya. Maka sering disebut juga mutasi induksi.
D.
Mutasi Acak
Mutasi
dapat bersifat merugikan atau menguntungkan untuk suatu organisme. Faktor
lingkungan sangat mempengaruhi arah mutasi. Sebagai contohnya, pemaparan bahan
kimia berbahaya dapat memicu tingkat mutasi, tetapi tidak akan meningkatkan
mutasi yang dapat membuat organisme resisten terhadap bahan kimia tersebut.
Dalam kasus ini, mutasi dianggap random. (Gardner, dkk., 1991).
Populasi tikus di
kota-kota tidak lagi dipengaruhi oleh antikoagulan yang biasanya digunakan
dalam racun tikus. Populasi kecoak tidak lagi peka terhadap chlordane,
racun yang digunakan untuk mengontrol populasi kecoak pada tahun 1950an.
Populasi lalat rumah yang resisten terhadap insektisida seperti DDT. Banyak
organisme yang kebal terhadap antibiotik seperti Penicillin dan Streptomycin.
Organisme-organisme tersebut merespon perubahan lingkungan dengan cara mengubah
dirinya menjadi resisten terhadap berbagai bahan kimia. Sementara itu organisme
yang sensitif akan mati, sedangkan mutan akan berkembangbiak membentuk populasi
baru yang resisten. (Gardner, dkk., 1991).
Pada tahun 1952, Esther
dan Joshua Lederberg memperkenalkan teknik “Replica-planting”. Kultur
bakteri diencerkan dan sel-sel tersebar pada permukaan medium agar nutrient
semi padat di cawan petri. Pada suatu periode pertumbuhan, tiap bakteri akan
menghasilkan sejumlah koloni pada permukaan medium agar. Setiap cawan kemudian
dibalik dan ditekan keatas kain beludru steril, yang melingkupi balok kayu.
Beberapa sel dari setiap koloni mampu menempel pada beludru. Suatu cawan steril
yang berisi medium agar yang mengandung Streptomycin (atau antibiotik
lainnya) ditekan ke atas beludru tersebut. Prosedur replica-planting ini
diulang pada sejumlah besar koloni bakteri. Setelah cawan-cawan selektif (yang
mengandung Streptomycin) diinkubasi, ternyata terbentuk koloni bakteri
yang resistent terhadap Streptomycin dalam jumlah yang jarang. Sedangkan
pada cawan non-selektif, yang diuji resistensinya terhadap Streptomycin,
menunjukkan bahwa bakteri-bekteri yang tumbuh pada cawan selektif selalu mengandung
sel-sel resisten sedangkan bakteri-bakteri yang tidak tumbuh pada medium
selektif jarang mengandung sel resisten terhadap Streptomycin. Hal ini
menunjukkan bahwa adanya mutant yang resisten terhadap Streptomycin pada
populasi bakteri terjadi lebih dahulu dibandingkan dengan akibat pemamparan Streptomycin
(Gardner, dkk., 1991).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar