A.
Mekanisme
Perbaikan DNA
I.
Perbaikan
Kerusakan DNA Akibat Mutasi secara Langsung
a)
Perbaikan
oleh aktivitas enzim polimerisasi DNA
Selain mempunyai
aktivitas polimerisasi dalam arah 5’→ 3’, enzim polimerisasi DNA pada bakteri
juga memiliki aktivitas eksonuklease dalam arah 3’ → 5’. Aktvitas eksonuklease
inilah yang antara lain memperbaiki kerusakan DNA akibat mutasi pada bakteri.
Pengenalan kesalahan insersi nukleotida selama polimerisasi oleh enzim DNA
polimerase sebagai akibat adanya bonggol pada unting ganda molekul DNA yang
ditimbulkan oleh adanya pasangan basa yang salah. Diduga pula pada basa yang
salah tidak dapat membentuk ikatan hidrogen.
Polimerisasi DNA akan
terhenti dan tidak berlaku hingga nukleotida yang salah dipotong dan diikuti
dengan penggantian nukleotida yang benar dan terbentuk ikatan hidrogen yang
diperlukan. Pemotongan nukleotida yang dilakukan oleh aktivitas eksonuklease
berlangsung dalam arah 3’ → 5’, jika pemotongan itu sudah dilakukan, aktivitas
polimerisasi dalam arah 5’→ 3’ dari enzim polimerase DNA akan pulih kembali.
Bukti Peran penting
aktivitas eksonuklease dari enzim polimerase DNA yang menekan laju mutasi pada
bakteri dapat terlihat pada mutasi gen mutator pada E. Coli. Jika gen-gen mutator pada E. Coli mengalami mutasi, maka frekuensi mutasi pada E. Coli menjadi lebih tinggi. Misalnya,
mutasi pada gen mut D mengakibatkan
perubahan suatu sub unit ε (epsilon) polimerase III DNA yang menimbulkan cacat
pada aktivitas perbaikan arah 3’ → 5’, sehingga banyak nukleotida yan salah
tidak sempat diperbaiki.
b)
Fotoreaktivasi
Dimer Pirimidin yang Diinduksi oleh UV
Fotoreaktivasi
merupakan proses yang membutuhkan cahaya. Proses perbaikan dibantu oleh cahaya
yang kelihatan dalam rentang 320-370 nm, dimer timin (atau dimer pirimidin
lain) langsung berbalik pulih menjadi bentukan semula. Fotoreaktivasi
dikatalisasi oleh enzim fotoliase yang diduga berfungsi sebagai ‘pembersih’
sepanjang unting ganda mencari bonggol yang terbentuk akibat dimer timin (atau
pirimidin lain). Enzim fosfoliase akan menyingkirkan dimer jika diaktivasi oleh
suatu foton.
Gambar 4.1 Bagan
perbaikan suatu timin dimer melalui fotoreaktivasi
a)
Perbaikan
Kerusakan Akibat Alkilasi
Kerusakan DNA akibat
alkilasi dapat dipulihkan oleh enzim perbaikan DNA khusus yang disebut
metiltransferase O6-metilguanin atau O5methylguanine
methyltransferase yang dikode oleh gen ada,
dimana enzim tersebut akan menemukan O6-metilguanin pada molekul DNA
dan selanjutnya menyingkirkan gugus metil tersebut kemudian DNA tersebut pulih
kembali.
I.
Perbaikan
Kerusakan DNA dengan Cara Membuang Pasangan Basa
a)
Perbaikan
melalui pemotongan (excision repair)
Disebut sebagai
perbaikan gelap atau dark repair,
karena tidak membutuhkan cahaya. Proses perbaikan ini memperbaiki dimer
pirimidin yang terbentuk akibat induksi cahaya UV.
b)
Perbaikan
dengan Bantuan Glikosilase
Basa yang rusak dapat
disingkirkan dari molekul DNA dengan bantuan enzim glikosilase yang dapat
mendeteksi basa yang tak lazim dan selanjutnya mengkatalisasi penyingkirannya
dari gula deoksiribosa.
Aktivitas
katalitik enzim glikosilase menimbulkan suatu “lubang” pada DNA, posisi itu
disebut tapak AP yang merupakan tapak apurinik (tidak ada purin berupa guanin
dan adenin) atau tapak pirimidik (tidak ada pirimidin berupa sitosin atau
timin). Lubang itu kemudian ditemukan oleh enzim endonuklease AP yang
selanjutnya memotong ikatan fosfodiester di samping basa yang lepas tadi.
Pemotongan tersebut memungkinkan bekerjanya enzim polimerase I DNA (E. Coli). Kemudian enzim polimerase I DNA
menyingkirkan beberapa nukleotida didepan basa yang lepas itu dengan menggunakan
aktivitas eksonukleasenya dalam arah 5’→ 3’ dan melakukan polimerisasi mengisi
celah yang terbentuk dengan menggunakan aktivitas polimerisasinya. Akhirnya,
enzim ligase DNA menyambung penggalan nukleotida baru ke ujung arah 3’ dengan
penggalan nukleotida yang lama.
c)
Perbaikan
Melalui Koreksi Pasangan Basa yang Salah
Masih terdapat kesalahan-kesalahan
yang tersisa dari perbaikan DNA, biasanya
berupa pasangan basa yang tidak berpasangan dan pada proses replikasi
berikutnya yang berakibat terjadi mutasi spontan. Kesalahan yang tersisa
dibetulkan oleh sistem perbaikan lain yang disebut perbaikan pasangan yang
salah (mismatched correction). Sistem
perbaikan koreksi pasangan basa yang salah dikode oleh tiga gen, yaitu mut H, mut L, dan mut S.
Enzim tersebut mencari
pasangan basa yang salah kemudian mengkatalisasi penyingkiran suatu segmen DNA
(unting tunggal) yang mengandung pasangan basa yang salah. Enzim polimerase DNA
akan mengkatalisasi polimerisasi pada celah yang terbentuk dan penyambungan
hasil polimerisasi ke arah ujung 3’ dengan penggalan yang lama, dikatalisasi
oleh enzim ligase DNA.
Enzim koreksi pasangan
yang salah bekerja dengan cara pertama kali mengenali unting DNA baru. Unting
DNA baru dikenali oleh enzim tersebut karena belum mengalami metilasi. Setelah
unting baru dikenali, enzim tersebut menyingkirkan basa yang salah dari unting
baru itu, selanjutnya berlangsung polimerisasi yang dikatalisasi polimerase I
DNA, pada akhirnya hasil polimerisasi itu sisambung oleh enzim ligase DNA.
Pada molekul DNA,
termasuk disekitar tempat pasangan basa yang salah terdapat urut-urutan basa
nukleotida berupa GATS yang bersifat palindromik (Russel, 1992 dalam Corebima,
2008). Basa A pada palindrom biasanya mengalami metilasi yang dikatalisasi oleh
enzim metilase-dam (enzim yang dikode
oleh gen dam). Pada unting DNA yang
baru terbentuk, selama beberapa saat setelah polimerisasi, basa A pada
palindrom tadi belum mengalami metilasi dan keadaan inilah yang dikenali oleh
enzim koreksi atas pasangan yang salah. Selain melakukan koreksi atas pasangan
basa yang salah, enzim pengkoreksi itu juga dapat memperbaiki delesi maupun
adisi sejumlah kecil pasangan basa.
A.
Mutasi
dan Adaptasi
Pada dasarnya mutasi
yang terjadi tidak ada kaitannya dengan kepentingan apakah mutasi itu
bermanfaat atau bahkan merugikan. Efek mutasi itu baru dikualifikasi
menguntungkan atau merugikan setelah dihubungkan dengan habitat lingkungan
tempat hidup individu yang mengalami mutasi. Contoh; kalangan bakteri pada
kasus auksotrofik (disebut juga mutasi nutrisional atau mutasi biokimia); kalangan
makhluk hidup tingkat tinggi pada kasus mutasi kondisional atau mutasi peka
suhu di lingkungan Drosophila.
Peluang tiap mutan memperbesar daya penyesuaian suatu individu lebih besar
manakala populasi (yang mengandung individu mutan) tersebut menempati habitat
baru atau terjadi perubahan lingkungan.
B.
Mutasi
Dan Kanker
Sebagian besar agen
mutasi yang kuat, seperti radiasi pengion dan radiasi UV maupun berbagai zat
kimia, bersifat karsinogenik atau penginduksi kanker. Teknik-teknik sensitif
sudah dikembangkan untuk menguji zat-zat kimia maupun agen-agen lain sehingga
dapat diketahui apakah bersifat mutagenik, karsinogenik ataupun keduanya.
Uji karsinogenitas
dilaksanakan dengan memanfaatkan rodentia dan tikus yang baru lahir yang
kemudian hewan ini disuntik dengan zat yang akan diuji yang selanjutnya akan
diperiksa dalam hubungannya dalam pembentukan tumor. Uji mutagenitas juga
sering dilaksanakan dengan cara yang sama. Namun, karena mutasi adalah
peristiwa yang sangat jarang maka pengujian semacam ini tidak layak dan daya
mutagen yang rendah jarang dideteksi.
Adanya korelasi antara
daya mutagen dan daya karsinogen sebenarnya sejalan dengan teori yang
menyatakan bahwa kanker disebabkan mutasi somatik. Mutasi somatik dapat
menyebabkan timbulnya kanker, diperkuat oleh penemuan onkogen seluler (onkogen
penyebab kanker) dan oleh demonstrasi yang menunjukkan bahwa onkogen
bertanggung jawab terhadap karsinomma kandung kemih akibat perubahan satu
padang basa. Sifat umum dari semua tipe
kanker adalah bahwa sel-sel kanker yang ganas terus-menerus membelah, padahal
sel normal tidak membelah. Dalam hubungan ini terlihat bahawa semua sel kanker
kehilangan kontrol terhadap pembelahan sel secara normal dan berakibat terbentuknya tumor. Pembelahan
sel memanng tidak diragukan lagi dikontrol oleh gen dan mutasi yang menimpa gen
bertanggung jawab terhadap kontrol pembelahan sel, dapat menghilangkan fungsi
kontrol dari gen terhadap pembelahan sel.
C.
Aplikasi
Praktis Mutasi
1)
Mutasi
yang bermanfaat dalam perakitan bibit
Sekalipun sebagian
besar mutasi tidak menguntungkan, upaya untuk mengembangkan sifat-sifat yang
diinginkan melalui mutasi induksi sudah dilakukan oleh para perakit bibit
tanaman. Perakit bibit tanaman sudah menghasilkan bibit rakitan gandum,
kedelai, tomat, padi serta pohon buah-buahan. Tanaman yang tumbuh dari bibit
rakitan itu terbukti dapat menghasilkan panen yang meningkat, kandungan zat
(misalnya protein dan sebagainya) yang semakin sesuai dengan yang diharapkan,
bahkan tahan terhadap serangan hama dan penyakit.
2)
Telaah
Proses Biologis melalui Analisis Mutasi
Urut-urutan tahap pada
suatu jalur reaksi dapat ditentukan dengan cara mengisolasi dan mempelajari
mutasi-mutasi pada gen pengkode enzim-enzim yang terlibat (Gardner, 1991).
D.
Sakit
Genetik Manusia Yang Ditimbulkan Oleh Kesalahan Replikasi DNA Dan Kesalahan
Perbaikan DNA
Sel-sel
manusia dapat mengidap beberapa sakit genetic yang terjadi secara alami yang
bersangkut-paut dengan cacat pada replikasi DNA khususnya kegagalan perbaikan.
Mutan
resesif diduga bersangkutan dengan suatu gen pengkode protein yang berperan
pada perbaikan kerusakan DNA. Enzim yang diduga cacat adalah endonuklease yang
berfungsi mengenal dimer timin dan mengkatalisasi tahap pertama perbaikan
penyingkiran atau excision repair.
MUTASI
KROMOSOM PERUBAHAN STRUKTUR KROMOSOM
Mutasi kromosom disebut
juga abrasi kromosom. Mutasi kromosom mencakup perubahan struktur kromosom dan
perubahan jumlah kromosom.
A.
Mutasi
Kromosom Karena Perubahan Struktur
Macam abrasi kromosom
merupakan perubahan pada sesuatu bagian kromosom daripada perubahan kromosom
secara keseluruhan atau perubahan perangkat-perangkat kromosom pada suatu genom. Dikenal empat macam mutasi kromosom
yang terjadi akibat perubahan struktural yaitu delesi, duplikasi, inversi, dan
translokasi. Delesi bahkan kadang-kadang dapat terjadi sebagai akibat pindah
silang pada individu yang heterozigot untuk inversi atau heterozigot untuk
translokasi. Delesi dan duplikasi tergolong perubahan mutasi genetik pada suatu
kromosom; inversi tergolong perubahan susunan sesuatu segmen kromosom,
sedangkan translokasi tergolong perubahan lokasi sesuatu segmen kromosom.
a)
Delesi
Delesi adalah suatu
aberasi kromosom (mutasi kromosom) berupa perubahan struktural yang berakibat
hilangnya suatu segmen materi genetik dari suatu kromosom.
Gambar 5.1 Delesi kromosom
Delesi merupakan
pemutusan kromosom yang diinduksi oleh faktor-faktor penyebab seperti panas,
radiasi (terutama radiasi pang-ion), virus, serta senyawa kimia atau bahkan
oleh kesalahan pada enzim-enzim rekombinasi. Delesi dapat terjadi dengan
bantuan analisis kariotipe, jika bagian kromosom yang mengalami delesi cukup
besar, sehingga dapat terlihat di saat kromosom-kromosom homolog disandingkan;
dalam hal ini satu kromosom tampak lebih pendek daripada yang lainnya. Deteksi
delesi juga dapat dilakukan dengan bantuan pengamatan tentang ada atau tidak
adanya lengkungan di saat kedua kromosom homolog berpasangan.
Contoh delesi antara
lain yang pernah dilaporkan Drosophila dan
manusia. Pada Drosophila satu contoh
delesi yang terkenal adalah yang terjadi pada kromosom X antara pita 3 C2
hingga ke pita 3 C11. Jika dihubungkan dengan pita genetik, maka
daerah kromosom X yang mengalami delesi yang menimbulkan mutan Notch tersebut terletak antara
lokus-lokus pada posisi 1,5 hingga 3,0 unit peta.
Berkenaan dengan mutan Notch pada Drosophila tersebut sudah diketahui bahwa pada mutan w (white) akan berperilaku sebagai
dominan jika mutan Notch ada pada
kromosom homolognya. Sebenarnya selain gen mutan w, gen resesif lain yang berada disekitar lokus w juga berperilaku sebagai mutan
dominan, jika ada gen mutan Notch
pada kromosom homolognya.
Satu contoh delesi yang
terkenal pada manusia adalah menimbulkan Cri-du-cat
(“Cry-of-the-cat”). Delesi
penyebab syndrom itu adalah bersifat heterozigot. Delesi tersebut terjadi pada
lengan pendek kromosom 5. Teriakan para bayi pengidap sindrom tersebut
terdengar seperti bunyi meong kucing. Sindrom itu juga ditandai dengan ukuran
kepala kecil, abnormalitas pertumbuhan yang parah, serta adanya keterbelakangan
mental (IQ antara 20-40); para penderita biasanya meninggal pada masa bayi atau
awal masa kanak-kanak sekalipun ada juga yang tetap hidup hingga dewasa.
Gambar 5.2 Sindrom Cri Du Chat
Delesi penyebab sindrom
cri-du-chat itu bahkan sudah
dibuktikan oleh Lejeune dan yang lainnya kadang-kadang terlibat pada suatu
proses translokasi resiprok. Dalam hal ini translokasi resiprok mencakup
kromosom 15.
Contoh delesi lain pada
manusia adalah yang menimbulkan leukimia myelositis
kronis. Delesi tersebut terjadi pada kromosom 22. J.Rowley juga menemukan bahwa ada penderita leukimia myelositis tersebut juga mengalami
translokasi menuju kromosom lain. Dalam hal ini sebagian lengan panjang
kromosom 22 biasanya ditranslokasikan ke kromosom 9.
a)
Duplikasi
Duplikasi
adalah aberasi kromosom atau mutasi kromosom yang terjadi karena keberadaan
suatu segmen kromosom yang lebih dan satu kaIi pada kromosom yang sama
(Gardner, dkk, 1991). Segmen-segmen kromosom yang mengalami duplikasi sering berada
berurutan (jika demikian duplikasi semacam itu disebut sebagai duplikasi
tandem). Jika segmen yang mengalami duplikasi itu berurutan tetapi
terbalik maka duplikas itu disebut reverse
tandem duplikation, sebaliknya jika segmen yang nengalami duplikasi itu
terletak di ujung kromosom maka itu disebut duplikasi terminal.
Kelompok gen globin α (pada
manusia) terletak pada kromsom 16 sedangkan kelompok gen globin β terlelak pada
kromosom 11. Satu gen dan kelompok gen
globin α
mengkode satu macampolipeptida yang bersama dengan macam polipeptida
lain, yang dikode oleh satu gen dari kelompok gen globin β, merupakan penyusun hemoglobin manusia (dewasa).
Satu
contoh duplikasi yang terkenal adalah yang menimbulkan mata Bar pada Drosophila.
melanogaster yang terjadi atas segmen 16 A dari kromosom X, sedangkan pada
eukariotik duplikasi mengenai beberapa gen struktural mempunyai dua atau lebih
kopi yang identil per genom.
Contoh-contoh gen semacam itu adalah kelompok gen imunoglobulin dan
kelompok gen globin. Dalam hal ini sudah diketahui bahwa urut-urutan pada
kelompok gen globin α sangat mirip dengan yang terdapat pada kelompok gen
globin β.
semoga bermanfaat...braaaa..
BalasHapus